Namanya Kepulauan Seribu, sebuah kabupaten administrasi yang merupakan bagian dari Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Kumpulan dari 105 pulau yang membentuk gugusan kepulauan di Teluk Jakarta.
Pulau Pari adalah satu di antara seratusan pulau yang ada. Terkenal sebagai kawasan wisata dengan panorama pantai yang menakjubkan, membuat geliat masyarakat dalam menjaga kelestarian pantai kerap tak terdengar. Padahal tanpa mereka, ada bahaya abrasi yang mengintai.
Menyoal Limbah dan Sampah, Melihat Bagaimana Dampaknya bagi Masyarakat Pulau Pari


Edi Mulyono merupakan satu di antara sekian banyak petani dan nelayan yang ada di Pulau Pari. Dirinya bersama Kelompok Forum sejak tahun 2015 memiliki konsen terhadap upaya pelestarian mangrove. Bukan tanpa alasan, hal tersebut dilakukan demi menjaga keasrian alam Pulau Pari yang kini mulai terancam.
“Forum berdiri sejak tahun 2015 dan sejak itulah kita menggeluti pembibitan mangrove, dulu tempat Pulau Pari besar daratannya tuh hampir 42,8 hektare, tetapi saat ini hanya 41,1 hektare karena pertama abrasi, dan mangrovenya juga jarang di sini ya,” Tutur Edi.
Selain luas daratan yang berkurang, kondisi lautnya pun memburuk akibat pencemaran limbah yang justru bukan dilakukan oleh masyarakat setempat. Walhasil kondisi tersebut juga berdampak terhadap kehidupan biota laut.


“Dulu, terumbu karangnya masih bagus banget, bagus sekali lah, kalau sekarang sudah mulai apa ya mulai rusak karena mungkin tercemarnya limbah dari 13 sungai yang mengarah ke Kepulauan Seribu, terus juga adanya sampah kirimin yang sering kali terjadi,” Jelas Edi.
Baca juga: Geliat Kerja Kelompok Tani Flora Mangrove di Ekowisata Hutan Mangrove Pantai Indah Kapuk (PIK)
Minimnya upaya pengolahan limbah ditambah dengan rendahnya kesadaran masyarakat terhadap bahaya sampah membawa efek domino yang cukup meresahkan masyarakat Pulau Pari. Rusaknya ekosistem laut berimbas kepada terganggunya mata pencaharian masyarakat setempat.
“Dulu tuh ikan banyak, penghasilan nelayan juga lebih banyak waktu itu, karena dulu tuh kita mencari ikan masih mudah, terus enggak ada yang berbuat jahat, kemarin tahun 90-an, banyak orang yang menggunakan potasium dan bom, tetapi bukan warga lokal, malah warga lain, nah itu yang membuat ikan-ikan di sini berkurang,” Ungkap Edi.
Kendati mengalami kesulitan, Edi mengaku senantiasa bangga menjadi petani maupun nelayan. Besarnya manfaat yang diberikan membuatnya terus menekuni kerja ini.
“Saya bangga sih ya ketika kita menjadi petani dan nelayan, karena mangrove bermanfaat luar biasa bagi kehidupan manusia, pertama dia adalah penghasil karbon dan untuk mencegah abrasi dan gelombang, dia juga jadi tempat pemijahan ikan, udang, dan kepiting, itu yang membuat saya semangat,” Jelas Edi.
Perempuan Ikut Ambil Peran Menjaga Kelestarian Pulau Pari
Selain Edi, peran perempuan turut menyemarakkan upaya pelestarian alam Pulau Pari. Teh Aas bersama dengan kelompok perempuan nelayan berusaha mempertahankan tanah kelahirannya. Baginya menanam berarti melawan!


“Awalnya kan emang kita di sini perempuan-perempuan nelayan yang ketika tanah kita di-klaim sama perusahaan, ada salah satu perjuangan kita yaitu bertanam. Bertanam berarti melawan yak,” Tutur Teh Aas.
Di sela kesibukannya bersama kelompok perempuan nelayan, Teh Aas tetap melakukan berbagai aktivitasnya sebagai masyarakat Pulau Pari seperti pada umumnya


“Aktivitas sehari-harinya ibu-ibu di sini kalau Sabtu-Minggu kita ada yang katering ada yang dagang, tapi kalau untuk Senin sampai Jumat itu kita rata-rata berkebun, nah jumat sore kita itu bersih-bersih pantai,” Jelas Teh Aas.
Menurut penuturan Teh Aas, masyarakat Pulau Pari sebelumnya banyak yang memanfaatkan rumput laut sebagai komoditas mata pencaharian. Sayangnya, akibat pencemaran limbah membuat keberadaannya makin sulit ditemukan.
Baca juga: Cerita Alpiah Mengenalkan Olahan Mangrove Bersama Kelompok Kebaya Muaragembong Bekasi
“Dulu kita rata-rata nelayan rumput laut dari hasil rumput laut itu kita bisa membangun rumah, menyekolahkan anak pokoknya dengan makmur dengan hasil rumput laut, sekarang rumput lautnya mati karena pertama ada limbah dari Jakarta terus banyak adanya reklamasi di Pulau H yang menyebabkan tanaman-tanaman kita itu berpengaruh akibat reklamasi itu,” Pungkas Teh Aas.
Tuliskan Sebuah Ulasan