Selama tidak ada aksi nyata dari masyarakat, mungkin Semarang akan terus dikenal dengan kaline (sungainya-red) yang banjir
“Semarang kaline banjir, jo sumelang ra dipikir”
Selama bertahun-tahun lamanya, sepenggal lirik dari lagu Jangkrik Genggong tersebut seakan mencitrakan
Semarang sebagai kota yang identik dengan
banjir. Stereotip yang tak berlebihan barangkali. Kota Semarang yang terletak di daerah hilir memang
rentan mendapat banjir kiriman dari daerah hulu. Lebih dari separuh kecamatan yang ada di Semarang terletak di kawasan “
kota bawah”, yaitu sebuah julukan untuk kawasan Semarang yang terletak di dataran rendah. Di kawasan kota bawah inilah banjir lebih kerap menggenangi Semarang, terlebih jika memasuki musim penghujan. Padahal, aktivitas perekonomian lebih banyak hidup di kota bawah.
Kecamatan Tugu terletak di kawasan kota bawah. Lokasinya yang strategis karena dilalui jalan nasional yang menghubungkan Jakarta-Surabaya sebagai jalur distribusi utama di Pulau Jawa menjadikan Kecamatan Tugu banyak didirikan pabrik-pabrik berskala besar yang banyak menyerap tenaga kerja. Namun sayangnya, letak geografisnya yang berada di kota bawah menjadikan Kecamatan Tugu tak luput dari genangan banjir yang bisa mengganggu aktivitas perekonomian di sana.
Foto: Banjir di Randugarut, Semarang Di kecamatan Tugu bermuara Sungai Bringin yang sering diberitakan membawa banjir kiriman dari kawasan “
kota atas”. Banjir dari Sungai Bringin tak hanya menggenangi Kelurahan Mangkang Wetan yang dilaluinya, namun tak jarang juga berdampak pada kelurahan-kelurahan di sekitarnya, salah satunya Kelurahan Randugarut.
Melihat kondisi ini, Teguh Prasetio, seorang HRD yang bermukim di Semarang, ingin bekerjasama dengan
LindungiHutan untuk melakukan
penghijauan di Kelurahan Randugarut. Ia melihat masih cukup banyak titik lokasi di Randugarut yang
belum ditanami pepohonan, seperti di
sepanjang tanggul perbatasan Randugarut dan Mangkang Wetan.
Teguh sangat berharap pohon-pohon yang tumbuh di Randugarut bisa menyerap air hujan agar tak lagi menggenangi Randugarut. Ia ingin Randugarut terbebas dari banjir yang selama ini tak jarang menjadi momok bagi warganya. Lebih jauh, ia ingin secara perlahan bisa
melepaskan stigma Semarang dari banjir yang seolah sudah melekat kuat pada citranya. Ia tak ingin masyarakat Semarang hanya bisa bergantung pada pemerintah dalam menangani persoalan banjir. Baginya, sudah saatnya masyarakat Semarang bergerak aktif.
Foto: Lokasi penanamanTeguh ingin mengajak masyarakat Semarang melakukan donasi untuk
penanaman pohon di Randugarut pada 21 April 2019 nanti. Penanaman ini nantinya akan menjadi rangkaian dari
Gerakan Rawat Bumi sebagai perayaan untuk memperingati Hari Bumi yang jatuh setiap tanggal 22 April. Sesuai rencana, pohon yang akan ditanam adalah pohon Trembesi yang diharapkan bisa membantu penyerapan air hujan di Randugarut agar terbebas dari banjir. (Dinny)
Penanaman ini diselenggarakan dalam
Gerakan “Rawat Bumi” untuk memperingati Hari Bumi.
Besaran Donasi yang diperlukan untuk melakukan penanaman dan perawatan pohon adalah Rp 40.000/pohon.
Dengan Rincian : - Biaya Bibit
- Biaya Tanam
- Biaya perawatan selama 1 Tahun (Update perkembangan pohon dapat dilihat di website ini)
- Update dilakukan selama 3 Bulan sekali
- Pengembangan Website Lindungi Hutan
Bagaimana Cara Berdonasi ?? - Klik Tombol Donasi
- Input Jumlah Pohon yang akan di donasikan
- Pilih Transaksi Pembayaran
- Konfirmasi
- Nama Anda Akan muncul di Halaman Donatur
- Selesai
Anda Juga dapat melakukan Gabung Aksi penanaman dengan melakukan pendaftaran di Tombol “Gabung Aksi”, biaya ditanggung peserta.
Salam Lestari !!
Mohon maaf, dana sebesar Rp 50,000 pada Kampanye Alam ini selanjutnya akan kami alihkan pada kampanye Alam #RawatSemarang: "Redakan Abrasi Tambakrejo" yang dapat diakses melalui "link" berikut. Dana pada kampanye ini terpaksa kami alihkan karena campaigner yang bersangkutan tidak kooperatif ketika dihubungi oleh pihak LindungiHutan. Hal tersebut menyebabkan penanaman batal terlaksana.