Bukit Puntong Sumiak berada di Desa Sidas, Kecamatan Sengah Temila, Kabupaten Landak, Kalimantan Barat. Secara administratif, Bukit Puntong Sumiak dibebani status sebagai hutan produksi dan hutan lindung. Status hutan lindung diberikan guna melindungi segala keanekaragaman yang ada di wilayah tersebut, termasuk orang utan, landak, tengkawang, dan kantong semar.
Secara partisipatif hutan dikelola oleh KPHP Unit VII Wilayah Landak dan Suku Adat Dayak Kanayatn. Hingga kini pola pengelolaan kolaboratif masih dipertahankan, meskipun secara yuridis pihak Suku Adat Kanayatn belum memiliki hak ulayat atas tanah Bukit Puntong Sumiak. Perlindungan tidak hanya dilakukan pihak KPH selaku pemangku kepentingan, tetapi juga disepakati oleh masyarakat adat. Sejauh ini aturan perlindungan tersebut masuk ke dalam aturan kelembagaan mereka.
Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Bukit Puntong Sumiak
Dalam pengelolaan lahannya, masyarakat di Bukit Puntong Sumiak masih mempertahankan pola ladang berpindah. Masyarakat membentuk kelompok-kelompok kecil beserta aturan yang sama-sama mereka patuhi. Aturan-aturan yang ada menjadi panduan masyarakat dalam mengelola lahannya, termasuk untuk bekerja sama. Adapun aturan yang ada di masyarakat kini juga diselaraskan dengan pemerintah, termasuk hukum mengubah hutan menjadi lahan kelapa sawit (Pratiwi, 2016).
Hutan yang seharusnya menjadi tempat berlindungnya satwa-satwa endemik kini perlahan menjadi bentang lahan monokultur. Secara komunal masyarakat mengubah bukit ini menjadi kebun budidaya kelapa sawit, petai lokal, dan jengkol. Kondisi diperparah dengan pola penghidupan masyarakat lokal yang menggantungkan hidupnya pada hutan dengan mengambil rotan untuk perlengkapan rumah tangga dan mengubah lanskap hutan menjadi tempat bercocok tanam.
Perubahan kawasan hutan menjadi perkebunan tidak serta-merta membuat taraf hidup masyarakat menjadi baik. Tipe tanah ultisol mendominasi wilayah ini, artinya banyak lahan yang kering. Karakteristik kedalaman permukaan tanah sedikit berbatu dan dangkal. Kondisi seperti ini menyebabkan hasil panen sedikit dengan kualitas yang rendah. Untuk bisa mendapatkan harga yang cukup untuk kebutuhan harian, masyarakat perlu bekerja ekstra dengan menambah luas ladang mereka ataupun membeli pupuk dengan kualitas baik. Sayangnya, diperlukan modal besar untuk kedua hal tersebut.
Dari Hutan ke Sawit
Pada tahun 1980 PT Perkebunan Nasional XII mendapatkan kepercayaan dari pemerintah untuk mengelola hutan lindung di Bukit Puntong Sumiak. Dalam upaya pelaksanaan tugasnya, PT PN XII membentuk wilayah plasma. Wilayah plasma berisi pemukiman masyarakat dan kebun kelapa sawit. Banyak masyarakat kemudian bergabung ke wilayah plasma. Mulai saat itu, wilayah Bukit Puntong Sumiak dipenuhi dengan kebun kelapa sawit. Masyarakat sendiri merasa bahwa perubahan hutan menjadi kebun sangat menguntungkan ekonomi. Pihak PT PN juga dianggap secara baik membangun wilayah tersebut, melalui pembangunan sarana, prasarana, pemberian beasiswa, dan penyediaan bibit.
Di lain sisi, permasalahan lingkungan kini mengancam kelestarian Bukit Puntong Sumiak. Adanya perubahan dari hutan menjadi kebun kelapa sawit sangat mempengaruhi kondisi lingkungan. Penanaman kelapa sawit secara massal membuat keanekaragaman hayati menurun. Kondisi ini diperparah dengan aktivitas perburuan liar di masyarakat. Satwa-satwa yang seharusnya dilindungi malah diperjualbelikan secara ilegal. Misalnya saja kasus penjualan orang utan yang masih terjadi hingga saat ini. Hutan yang seharusnya melindungi, kini malah menjadi tempat yang tidak aman bagi satwa-satwa untuk meneruskan hidupnya.
Terjadi juga penurunan kualitas DAS di Bukit Puntong Sumiak yaitu Sub DAS Samih. Penggunaan lahan untuk perkebunan yang membutuhkan banyak pasokan air, banjir di musim penghujan tetapi juha kekeringan di musim kemarau. Apabila hal ini terus berjalan demikian, maka suplai air di masa mendatang tidak bisa dipastikan. Penelitian lain yang dilakukan oleh Agnestin dan Hayati (2022) menunjukkan bahwa pH tanah di lokasi sawah masyarakat sangat masam. Degradasi lahan tidak hanya merugikan secara ekologi tetapi juga secara ekonomi karena untuk bisa mengembalikan ke keadaan semula, diperlukan usaha keras dan dan yang banyak.
Kolaborasi, Manfaat Trembesi, Partner Lain, Harapan
Sadar akan permasalah yang kompleks ini, LindungiHutan bersama Pak Yosinus Bocong melakukan konservasi Bukit Puntong Sumiak dengan menanam pohon trembesi. Pak Yosinus selaku masyarakat asli setempat mengaku diperlukan usaha lokal dan bersama untuk melestarikan hutan. Kolaborasi memudahkan proses perjalanan konservasi. Terhitung hingga Juni 2022, telah dilakukan 36 kampanye alam, penanaman 5.216 pohon trembesi di 13 ha lahan dan terserapnya 5.867,54 CO2.
Pohon trembesi telah banyak digunakan untuk memperbaiki kondisi lingkungan yang rusak. Pohon trembesi memiliki sifat yang cepat tumbuh, bahkan di tanah yang kurang subur (Maulidan dkk., 2021). Daun trembesi juga memiliki kandungan nitrogen yang tinggi (Munir dan Swasono, 2012). Zat nitrogen bisa ditemui di tanah, dan merupakan zat yang penting untuk pertumbuhan tanaman (Patti, Kaya, dan Silahooy., 2018). Daun trembesi yang gugur ke tanah, diharapkan mampu meningkatkan kandungan nitrogen di Bukit Puntong Sumiak.
Hutan yang sehat diharapkan mampu menjadi rumah yang sehat dan melindungi semua biota lokal seperti kantong semar, orangutan, landak, dan burung. Selain itu, diharapkan dengan konservasi yang dilakukan, siklus air di Daerah Aliran Sungai dan kesuburan tanah bisa kembali normal. Hutan yang sehat juga akan membantu penghidupan masyarakat setempat, sejauh yang telah kita bahas di atas bagaimana masyarakat sangat menggantungkan hidupnya pada hutan.
Untuk mendukung upaya percepatan konservasi di Bukit Puntong Sumiak, LindungiHutan mengajak teman-teman sekalian untuk berdonasi dan turut mensukseskan kegiatan konservasi di Bukit Puntong Sumiak. Tunggu apa lagi!
Tuliskan Sebuah Ulasan