Di tengah upaya global untuk mengatasi perubahan iklim, konsep “karbon biru” muncul sebagai topik penting yang menarik perhatian para ilmuwan, aktivis lingkungan, dan pemangku kepentingan industri.

Karbon biru, yang merujuk pada karbon yang disimpan dan diserap oleh ekosistem laut dan pesisir seperti hutan bakau, padang lamun, dan terumbu karang, menawarkan sebuah solusi inovatif dalam pertarungan melawan krisis iklim.

Dengan kemampuannya yang luar biasa dalam menyerap dan menyimpan karbon dioksida dari atmosfer, ekosistem ini tidak hanya membantu dalam mengurangi dampak pemanasan global, tetapi juga memainkan peran vital dalam menjaga keseimbangan ekologi laut.

Kondisi Karbon Biru dan Potensi yang Ada di Indonesia

• Apa yang dimaksud dengan blue carbon? Karbon biru atau blue carbon adalah karbon yang diserap dan disimpan oleh ekosistem laut dan pesisir. Adapun, ekosistem penghasil dan penyimpan karbon biru adalah mangrove, rawa gambut, padang lamun, terumbu karang, hingga fitoplankton.
• Ekosistem karbon biru menjadi penyerap karbon yang efektif, salah satunya terdapat pada hutan mangrove. Diperkirakan mangrove dapat menyimpan 20 Pg C (Satuan Pg C atau Pentagram Karbon digunakan untuk mengukur jumlah karbon dalam skala besar seperti pada ekosistem karbon biru) dan 70-80% tersimpan di dalam tanah sebagai bahan organik.
• Blue carbon Indonesia memiliki potensi besar dalam mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Ekosistem ini di Indonesia memiliki kapasitas untuk menyerap dan menyimpan karbon dioksida dalam jumlah besar dari atmosfer.  Hutan bakau di Indonesia sendiri diperkirakan menyimpan 0,82-1,09 PgC (pentagram karbon) per hektare.
• Program karbon biru dengan fokus pada konservasi dan restorasi ekosistem pesisir khususnya hutan bakau telah mendapatkan pengakuan internasional sebagai sarana untuk mengatasi perubahan iklim. Indonesia dengan potensi hutan bakau yang besar berkomitmen untuk menjaga kawasan mangrove tetap lestari salah satunya dengan menghasilkan bibit siap tanam yang berkualitas.