Connect with us

Widyantara

Policy Review: Pengelolaan Ekosistem Mangrove yang Tumpang Tindih

LindungiHutan

Published

on

Policy review pengelolaan ekosistem mangrove

Tumpang tindih kebijakan dapat menimbulkan ketidakefisienan dalam pengelolaan mangrove, yang berisiko menyebabkan duplikasi upaya atau konflik dalam pelaksanaan program. Dengan memahami tumpang tindih ini, perencanaan dan pengelolaan ekosistem mangrove bisa dilakukan dengan lebih efektif dan efisien melalui pemahaman yang jelas tentang peran dan tanggung jawab setiap lembaga.

Pengelolaan ekosistem mangrove yang optimal sangat penting untuk perlindungan pantai, mitigsi perubahan iklim, dan keanekaragaman hayati dalam ekosistem mangrove. Tumpang tindih kebijakan bisa mengurangi efektivitas program konservasi dan restorasi, membuat mangrove lebih rentan terhadap degradasi. Melalui kebijakan yang terkoordinasi, upaya perlindungan dan restorasi mangrove dapat diperkuat.

Pemahaman mendalam juga mendukung pemberdayaan masyarakat melalui partisipasi. Memahami kondisi ini penting untuk mengembangkan kebijakan yang lebih inklusif dan memberdayakan masyarakat dalam pengelolaan ekosistem mangrove.

Poin Policy Review Pengelolaan Ekosistem Mangrove

  • Pengelolaan ekosistem mangrove di Indonesia mengalami tumpang tindih kebijakan dan kewenangan antara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian Kelauran dan Perikanan (KKP), serta Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM). KLHK mengelola mangrove di kawasan hutan sesuai dengan Perpres No. 120 Tahun 2020, sedangkan KKP bertanggung jawab atas mangrove di luar kawasan hutan berdasarkan Perpres No. 82 Tahun 2020. Kurangnya koordinasi ini menyebabkan duplikasi upaya ketidakselarasan regulasi, seperti yang terlihat pada pencabutan Perpres No. 73 Tahun 2012.
  • Pengelolaan ekosistem mangrove di Indonesia melibatkan beberapa instansi seperti Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), serta Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM), sering kali menyebabkan tumpang tindih kebihakan dan implementasi. Contohnya di Delta Mahakam, Kalimantan Timur, program revitalisasi tambak oleh KKP bertentangan dengan upaya rehabilitasi mangrove oleh BRGM, yang justru memperburuk deforestasi.
  • Pemerintah daerah dan masyarakat pesisir juga berperan penting, tetapi sering kali tidak sinergis dengan kebijakan pusat. Untuk mengatasi masalah ini, dipelrukan mekanisme koordinasi yang efektif dan kebijakan terintegrasi guna memastikan pengelolaan mangrove yang efisien dan berkelanjutan.

Dapatkan Update Research Terbaru

Isi formulir lengkap agar dapat LindungiHutan kirimkan ke email Anda!

Research and Development atau RnD LindungiHutan melakukan kerja-kerja penelitian kaitannya dengan hutan dan temuan scientific lainnya yang akan dipublikasikan melalui kanal informasi LindungiHutan.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Jalin kerja sama CSR CorporaTree