Connect with us

Emisi Karbon

Climate Inactivity: Ketika Kesadaran akan Perubahan Iklim Tinggi, tetapi Tidak Berjalan Lurus dengan Aksi yang Dilakukan

Published

on

Climate Inactivity adalah

Berdasarkan laporan ISEAS-Yusof Ishak Institute, mayoritas atau 71,7% masyarakat Indonesia menilai isu perubahan iklim serius dan berpotensi mengancam kehidupan masyarakat. Presentase tersebut merupakan yang tertinggi ketiga di Asia Tenggara.

Kendati demikian, partisipasi masyarakat Indonesia dalam aksi iklim masih rendah. Bentuk partisipasi justru didominasi oleh perubahan perilaku di ranah personal untuk lebih ramah lingkungan, dan juga partisipasi dalam aksi daring seperti penandatangan petisi. Padahal, aktivisme digital harus dilengkapi aksi luring agar efektif membuat perubahan.

Dalam salah satu tulisan di laman remotivi.or.id, kurangnya waktu luang menjadi hambatan utama bagi warga untuk berpartisipasi dalam aksi melindungi lingkungan.

Namun, apakah hanya itu yang menjadi faktor utama? Mari kita berkenalan dengan climate inactivity!

Apa itu Climate Inactivity?

Ketidakaktifan iklim atau climate inacitivity adalah kurangnya atau minimnya tindakan untuk mengatasi perubahan iklim baik itu di tingkat individu, organisasi, atau pemerintah.

Beberapa alasan mengapa orang, organisasi, maupun pihak tertentu memilih tidak aktif dan ikut andil dalam aksi penanganan perubahan iklim:

  • Kurangnya kesadaran akan masalah. Banyak orang tidak menyadari tingkat keparahan perubahan iklim atau dampaknya terhadap bumi.
  • Keyakinan bahwa perubahan iklim tidak disebabkan oleh aktivitas manusia. Beberapa orang percaya bahwa perubahan iklim adalah fenomena alam dan tidak ada yang bisa kita lakukan untuk menghentikannya.
  • Keyakinan bahwa biaya untuk mengambil tindakan terhadap perubahan iklim terlalu tinggi. Beberapa orang percaya bahwa biaya untuk mengurangi emisi gas rumah kaca terlalu tinggi dan biaya yang dibutuhkan akan lebih besar daripada manfaatnya.
  • Keengganan dari segi politis. Acap kali pemerintah merasa enggan dan tidak tanggap dalam mengambil tindakan terhadap perubahan iklim mengingat kaitannya dengan kepentingan bisnis.

Baca juga: Eco Anxiety, Apa yang Terjadi, Gejala, dan Bagaimana Menanganinya?

Padahal, Climate Inactivity Itu Berbahaya dan bisa Merugikan Banyak Sektor

Konsekuensi dari ketidakaktifan iklim bisa dikatakan cukup besar. Perubahan iklim telah menimbulkan sejumlah masalah termasuk peristiwa cuaca ekstrem, naiknya permukaan air laut, hingga perubahan terhadap kehidupan tumbuhan dan hewan. Jika tidak ada tindakan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, masalah ini hanya akan bertambah parah beserta dengan efek domino lainnya.

Dari sektor ekonomi misalnya, climate inactivity dan tindakan acuh terhapda perubahan iklim dapat merugikan ekonomi global $178 triliun selama 50 tahun ke depan.

Akan tetapi sebalinya, jika keputusan untuk mengambil tindakan tegas dilakukan sekarang, bukan hanya membatasi suhu bumi hingga sedekat mungkin di angka 1,50C, tetapi ada potensi untuk menambah $43 triliun nilai bersih untuk ekonomi global.

Cllmate Inactivity

Menutup Mata pada Fakta memang Lebih Mudah daripada Berubah

Tampaknya akan jauh lebih mudah apabila kita memilih untuk tidak percaya agar tak ada perubahan yang mesti dilakukan.

Seseorang tidak perlu beralih ke transportasi umum untuk menekan emisi karbon yang dihasilkan kendaraan pribadi atau mulai menerapkan gaya hidup ramah lingkungan.

Perusahaan juga bisa membuat produk dan menjalankan aktivitas bisnisnya dengan cost yang lebih murah tanpa memikirkan pembatasan emisi karbon dan dampak negatif yang ditimbulkan.

Semua itu bisa kita lakukan dengan menutup mata dan menolak percaya bahwa perubahan iklim itu nyata. Alih-alih harus berubah demi kebaikan di masa depan.

Baca juga: Dampak Perubahan Iklim, Mulai Dari Penyakit, Mental, Sampai Krisis Makanan

Selain karena pilihan yang lebih mudah untuk mimilih tidak berubah, perubahan iklim juga seperti sesuatu hal yang sifatnya masih abstrak. Sementara konsep abstrak kemudian tidak memotivasi seseorang atau kita untuk bertindak lebih lanjut.

Menurut psikolog Per Espen Stoknes, ketika berurusan dengan ancaman perubahan iklim yang bersifat abstrak, bergerak lambat, dan tidak terlihat, maka otak tidak akan benar-benar memicu kesadaran akan risiko yang ditimbulkan.

Karena tidak terlihat dan sering digambarkan dengan sangat abstrak, orang lantas menjauhkan diri dari hal tersebut—yang mana dalam hal ini perubahan iklim.

Sebab, pengangguran, kondisi ekonomi, akses kesehatan merupakan masalah yang tampak lebih dekat dan nyata serta berperangaruh terhadap jalannya kehidupan. Maka dari itu, ancaman iklim menjadi hal yang prioritasnya lebih rendah daripada hal-hal dekat lainnya.

Menjejali Pikiran dengan Efek Negatif Perubahan Iklim Ternyata Tidak Benar-Benar Efektif

Memberikan warning akan dampak nyata dan bahaya perubahan iklim memang perlu dilakukan. Menunjukkan bahwa itu merupakan sebuah kebenaran dan keniscayaan yang menuntut kita untuk segera berubah serta mengambil langkah. Sayangnya, membanjiri pikiran dengan teror bencana perubahan iklim dan saling menyalahkan satu sama lain adalah tindakan yang justru keliru.

Masih menurut Per Espen Stoknes, ada banyak penelitian yang menunjukkan bagaimana orang menjauhkan/menutup diri dari suatu hal dengan alasan perasaan takut dan bersalah.

Kenyatannya, saling menyalahkan dan memerlukan orang lain tidak akan meningkatkan keinginan untuk berubah. Jadi, daripada kita saling menuding satu pihak, orang, kelompok, atau generasi tertentu untuk menentukan siapa yang bertanggung jawab akan seluruh permasalahan ini, lebih baik mencari solusi konkret yang semua orang bisa lakukan.

Baca juga: 7 Tips Mengurangi Jejak Karbon pada Aktivitas Harian Kita

Menerapkan Gaya Hidup Ramah Lingkungan dan Influence Orang-Orang Sekitar

Sebagaimana nasihat lama yang sering diberikan, memberikan suri tauladan adalah cara untuk mengajak orang berubah. Daripada membicarakan es kutub yang mencair—meskipun itu benar, lalu berharap orang sadar serta berubah mengambil langkah adaptasi dan pencegahan perubahan iklim, lebih baik mulai mengambil aksi dan mengajak orang-orang terdekat.

Yup, orang terdekat bisa teman dekat/sahabatmu, keluargamu, orang kantor, dan lain sebagainya. Dengan kamu mulai menggunakan transportasi umum, memasang panel surya, mendaur ulang sampah, mengikut aksi-aksi volunteer penanaman pohon, harapannya orang-orang terdekatmu akan ikut melakukannya.

Jadi mulai lakukan dari diri sendiri, beri tahu orang lain, dan ajak mereka untuk meniru apa yang sudah kamu lakukan. Berikan penjelasan kepada mereka bahwa hal-hal tersebut punya manfaat baik bagi bumi dan segenap makhluk hidup di dalamnya.

LindungiHutan Menanam Lebih Dari 700 RIBU Pohon di 45+ Lokasi Penanaman yang Tersebar di Indonesia

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Rawat Bumi LindungiHutan