Connect with us

Penggerak

Pokdarwis Alipbata Hijaukan 40 Hektare Kecamatan Muaragembong

Published

on

Upaya bersama masyarakat Muaragembong lawan abrasi.

Pernahkah melihat sebuah perkampungan yang terbengkalai akibat terendam air laut? Meninggalkan jejak bangunan kosong nan rapuh serta lumpur yang tebal. Kondisi itulah yang dihadapi oleh masyarakat di Kecamatan Muaragembong Kabupaten Bekasi.

Apa yang terjadi di Muaragembong adalah bukti bahwa alam bereaksi atas apa yang kita lakukan kepadanya. Selayaknya nasihat yang kerap kita dengar, apa yang ditanam maka itulah yang akan dipanen.  Ketika kita menjaga alam, kita akan memberikan timbal baliknya kepada kita atau manfaatnya kepada kita.

Muaragembong yang dahulu terkenal dengan lahan tambaknya seluas 1.582 hektare selama 10 tahun terakhir. Sayangnya, luasan tersebut merupakan hasil alih fungsi lahan mangrove yang ada.  Tingginya peralihan tambak ini dipicu dengan adanya potensi ekonomi yang sangat menjanjikan di sektor pertambakan. Bagaimana tidak? Penghasilan bersihnya paling tinggi mencapai 56,4 juta/ha.

Lantas, apa yang terjadi dengan Muaragembong saat ini?

Muaragembong si ‘Kampung Dolar’, Apa Kabarnya Hari Ini?

Foto Son Haji mitra petani LindungiHutan dari Muaragembong Bekasi.
Sosok Son Haji, salah satu mitra petani LindungiHutan .

Son Haji mengingat, bagaimana orang-orang memanggil kampungnya sebagai ‘Kampung Dolar’, lantaran penghasilan yang dihasilkan dalam satu hari dari tambak sangatlah tinggi.

“Sebelum terjadinya abrasi, orang-orang di wilayah DKI Jakarta memanggil kami dengan julukan kampung dolar, karena memang penghasilan satu warga saja bisa sampai satu juta dalam satu hari, itu hasil dari tambak atau hasil yang dihasilkan oleh alam sendiri,” Tutur Son Haji.

Keadaan berbalik ketika abrasi terjadi, air laut merusak tambak sehingga memporak porandakan perekonomian warga setempat. Lambat laun, julukan ‘kampung dolar’ hilang perlahan-lahan.

Gambar daerah muaragembong bekasi.
Kondisi Muaragembong, Bekasi saat ini imbas dari abrasi.

“Dengan adanya abrasi, penghasilan yang tadinya mencapai satu juta, untuk mendapatkan uang Rp50.000,00 saja sudah sulit dengan adanya abrasi, karena banyak lahan tambak akibat abrasi hancur dan tanggul-tanggul tambak pun sudah tidak terlihat lagi, karena memang terendam air pasang yang begitu besar terjadi di wilayah kami,” Sambung Son Haji.

Baca juga: Muaragembong: Ekosistem Mangrove, Persoalan Lingkungan, dan Asa Menyelamatkan Bumi

Cerita Son Haji dan Perjuangannya Bersama Pokdarwis Aplipbata

Ekosistem mangrove di Muaragembong sendiri telah mengalami laju degradasi akibat konservasi lahan. Dampaknya adalah intrusi air laut dan abrasi yang belum dapat dikendalikan. Kondisi lingkungan pun ikut menurun dan aktivitas perekonomian masyarakat terganggu.

Abrasi yang sangat masif terjadi sejak tahun 2000, akibatnya di tahun 2005 banyak rumah warga yang terendam akibat pasang air laut.

Pokdarwis Alipbata dan Kebaya.
Foto sekretariat Pokdarwis Alipbata dan Kebaya .

Melihat kondisi tersebut, Son Haji tak tinggal diam. Dirinya bersama Kelompok Sadar Wisata atau Pokdarwis Alipbata melakukan penanaman mangrove dari tahun 2013 sebagai upaya untuk menghijaukan kembali Muaragembong.

“Kami di sini selaku kelompok tani melakukan penanaman dari tahun 2013, yang kami lakukan secara masif bersama beberapa komunitas yang ada di wilayah Indonesia, salah satunya ya Yayasan Lindungi Hutan, sampai saat ini luasan wilayah yang kami tanami kurang lebih 40 hektare dan kami melakukan penanaman ini di Kampung Beting, Desa Pantai Bahagia, Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi,” Jelas Son Haji.

Mangrove dipilih mengingat besarnya manfaat yang dimiliki. Jenis tanaman tersebut terbukti efektif mencegah abrasi dan intrusi air laut.

Foto penanaman mangrove di Muaragembong.
LindungiHutan bersama mitra petani melakukan penanaman mangrove di Muaragembong, Bekasi.

“Ada beberapa jenis mangrove yang kami kembangkan, salah satunya yaitu rhizophora atau orang sini biasanya menyebutnya sebagai bakau, bakau ini memiliki akar yang sangat kuat untuk mencegah abrasi yang terus menerus terjadi di kita,” Ungkap Son Haji.

Selain rhizophora, ada beberapa jenis mangrove lain yang ditanam dan dikembangkan yaitu avicennia marina (api-api putih) dan sonneratia alba. Dua jenis tersebut juga dimanfaatkan sebagai bahan baku produk makanan seperti sirup dan keripik yang diolah oleh ibu-ibu Kelompok Kebaya.

Apa yang dilakukan oleh Son Haji bersama Pokdarwis Alipbata sudah sepatutnya kita dukung dan apresiasi. Angkat topi untuk para pejuang lingkungan! Namun, tak ada perjuangan yang ditempuh dengan mudah. Selayaknya jalan raya, tentulah terdapat lubang yang menghambat perjalanan.

“Ketika kami melakukan kegiatan penanaman mangrove, pasti ada kendala yang dihadapi, salah satunya air pasang, ketika air laut itu pasang atau rob datang, kami tidak bisa melakukan penanaman, karena memang kondisi arus yang begitu deras, ditambah lagi dengan wilayah kita yang abrasi, ombaknya juga luar biasa, makanya kita tunda penanamannya ketika ada air laut pasang dan ombak datang,” Jelas Son Haji.

Kendati demikian, tak membuat patah asa Son Haji! Baginya menanam adalah melawan abarsi, menggerakkan roda ekonomi yang sempat tersendat, dan mengembalikan kondisi kampung seperti dulu kala.

Usaha Terus Dilakukan, Harapan Senantiasa Digenggam

Masyarakat muaragembong.
Besar harapan masyarakat Muaragembong untuk bangkit dan membenahi persoalan lingkungan.

Harapan adalah satu-satunya api yang akan terus membakar semangat. Harapanlah yang membuat seseorang mampu terus bertahan. Pun, itulah yang dilakukan oleh Son Haji bersama rekan-rekannya.

“ Kami juga berharap warga masyarakat tidak mengalami lagi kesulitan ekonomi yang setiap harinya mereka rasakan, itu salah satu manfaat kenapa kami menanam mangrove, kami dalam hal ini merangkul atau mengajak teman-teman komunitas dan korporat ataupun yayasan untuk senantiasa membantu kami yang ada di sini dalam rangka penanggulangan abrasi,” Pungkas Son Haji.

Baca juga: Kelompok Tani Hutan Remaja Tanjung Burung Jaga Keasrian Muara Cisadane (2023)

Semoga, segala upaya yang dilakukan Son Haji bersama Pokdarwis Alipabata di Muaragembong, Kabupaten Bekasi dapat berbuah kebaikan. Walhasil, julukan ‘Kampung Dolar’ yang telah pudar, akan kembali disandang oleh masyarakat Muaragembong!

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sedekah Pohon LindungiHutan