Connect with us

Wilayah

Desa Sungai Sintuk : Tanah Gambut yang Rawan Terbakar

Published

on

Lokasi penanaman di Desa Sungai Sintuk.

Sungai Sintuk masih berada dalam kawasan Desa Sungai Kapitan, Kecamatan Kumai, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah. Sungai Kapitan sendiri mengalir di Desa Sungai Kapitan yang memiliki luas 5.600 ha, termasuk Desa Sungai Sintuk. Area ini dapat ditembuh sekitar 30 menit dari Ibu Kota Kabupaten Pangkalan Bun. Desa ini terdiri dari 12 RT (Rukun Tetangga) dengan 5.661 jiwa penduduk (data tahun 2017). Selain itu, Sungai Sintuk juga merupakan rumah bagi banyak satwa liar seperti orang utan, bekantan, kancil, dan beruang.

Jenis tanah di area ini didominasi oleh lahan gambut. Banyak serasah organik yang terkandung dalam tanah gambut tersebut. Sisa tumbuhan, daun, ranting, pepagan, hingga kayu-kayu besar yang tidak busuk secara sempurna ditemukan di kawasan ini. Hal tersebut terjadi akibat proses dekomposisi berjalan dengan sangat lambat.

Gambut dan Kekhasannya

Gambut memang merupakan ekosistem yang unik dengan karakteristik tanahnya yang berbeda dari tanah mineral lainnya. Lahan ini terbentuk dari material organik seperti serasah dan sisa-sisa pepohonan lainnya. Bahan organik tersebut tidak terdekomposisi dengan baik. Proses pembusukan material organik yang tidak berjalan sempurna tersebut disebabkan oleh kondisi anaerob (tanpa oksigen). Maka dari itu, kandungan bahan organik di lahan gambut sangat tinggi, termasuk karbon organiknya. Kemampuan gambut dalam menyimpan karbon sebesar 18%-60% dari bobotnya. Kondisi ini menyebabkan gambut menjadi kolam karbon organik (carbon sink) yang besar.

Keadaan anaerob juga menyebabkan asam-asam organik terakumulasi dalam tanah gambut. Hal ini mengakibatkan kadar keasaman tanah gambut sangat tinggi. Nilai pH tanah gambut <4. Keadaan tersebut juga menyebabkan tanah gambut bersifat marginal karena mengandung sedikit unsur hara makro dan mikro.

Tanah gambut juga memiliki porositas yang tinggi, yaitu antara 70%-90%. Dengan kondisi yang demikian, tanah gambut memiliki daya serap air yang sangat tinggi. Kemampuan gambut dalam menyerap dan menyalurkan air dapat mencapai 100%-130% dari bobot keringnya. Padahal, tanah mineral hanya mampu menyerap sekitar 20%-30% saja.

Sifat-sifat gambut diatas disebabkan oleh proses pembentukan lapisan tanah di lahan gambut yang berlangsung sangat lambat, yaitu lebih dari ribuan tahun. Mulanya terdapat cekungan atau genangan air yang sangat luas kemudian mengalami pendangkalan bertahap. Pendangkalan tersebut terjadi karena tanaman yang tumbuh di lahan basah ini kemudian mati, memenuhi dasar cekungan, lalu membusuk secara perlahan. 

Bahan organik lalu membentuk lapisan di atas tanah mineral yang berada di dasar cekungan. Tanaman baru selanjutnya tumbuh dan mati kembali di atas lapisan tanah yang sudah terbentuk. Lapisan gambut yang baru lambat-laun terbentuk lagi.

Lapisan-lapisan tanah tersebut membentuk gambut dengan tingkat pembusukan yang berbeda. Gambut yang masih mentah atau setengah matang masih memiliki karakteristik marginal seperti di atas. Sementara itu, gambut yang sudah matang mengandung lebih banyak mineral.

Baca juga: Pantai Hubat, Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan: Pantai yang Indah dan Kawasan Hutan Bakau yang Menghampar

Lahan Mudah Terbakar

Kondisi gambut yang mengandung banyak bahan organik menyebabkannya mudah terbakar. Titik-titik api tersebar di lahan gambut yang sangat berisiko ketika musim kemarau datang. Ancaman kebakaran juga terjadi apabila pembukaan lahan gambut dilakukan dengan metode yang tidak mengindahkan kondisi lingkungan. Pembuatan kanal-kanal di gambut menyebabkan air mudah menguap. Ketika telah kehilangan air, tanah gambut tidak dapat mengikat air kembali. Hal ini menyebabkan tanah gambut bersifat sangat kering. Situasi-situasi tersebut memperbesar kerawanan terhadap kebakaran hutan di lahan gambut.

Pada tahun 2019, terjadi kebakaran besar di Desa Sungai Sintuk. Lahan gambut hangus hingga sekitar 43 ha. Api menjalar ke luasan hutan hingga hampir mencapai pemukiman. Hewan-hewan ternak pun menjadi korban kebakaran ini. Setidaknya 15 ribu eko ayam potong mati akibat api yang menerjang kandang peternakan.

Pemadaman api di area gambut sukar dilakukan karena mengandung bahan organik yang mudah terbakar. Serasah dan sisa tanaman lainnya bak bahan bakar di area gambut. Terlebih saat kebakaran terjadi, alat keselamatan juga kurang mumpuni bagi petugas pemadam kebakaran. Akibatnya, api menjalar dengan cepat hingga hampir mencapai pemukiman warga kala itu. 

Menanam Pohon untuk Melingdungi Gambut

Ancaman lain pada lahan gambut di Desa Sintuk adalah limbah perkebunan. Lahan sawit yang mengelilingi desa menghasilkan zat sisa dari pengolahan lahan maupun buangan panen sawit. Sampah-sampah tersebut menyebabkan bau busuk yang mengganggu aktivitas warga. Lingkungan dan air juga ikut tercemar sisa-sisa olahan sawit.

Keadaan-keadaan tersebut menyebabkan warga sulit beraktivitas. Kesehatan warga turut terganggu akibat pencemaran udaha, air, maupun tanah. Maka dari itu, perlu adanya gerakan kepedulian terhadap tanah gambut di Desa Sungai Sintuk, Kalimantan Tengah. 

Majri adalah ketua dari Kelompok Masyarakat Sungai Sintuk yang memulai gerakan menanam pohon di Sungai Sintuk. Pohon jelutung ditanam oleh Majri untuk konservasi area gambut Sungai Sintuk. Penanaman pohon ini dilakukan untuk menghijaukan tanah gambut sekaligus menahan air untuk mencegah kekeringan.

LindungiHutan kemudian ikut hadir untuk membantu Majri dalam aksi penanaman pohon. Sebanyak 4 kampanye alam telah terlaksana oleh LindungiHutan sejak tahun 2018. Dari kampanye alam tersebut, tertanam 355 pohon di 0,8 ha lahan Sungai Sintuk. Dari penanaman tersebut, emisi sebesar 898,57 CO2eq berhasil terserap. 

Baca juga: Pantai Lowita, Pinrang, Sulawesi Selatan: Pantai yang Indah hingga Rumah bagi Penyu dan Dugong

Ayo, lanjutkan kegiatan menanam pohon di Sungai Sintuk ini dengan berdonasi atau membuat kampanye alam di LindungiHutan! Mari #BersamaMenghijaukanIndonesia!

Rawat Bumi LindungiHutan