Connect with us

Lingkungan

Sabuk Hijau (Green Belt) Adalah: Pengertian, Fungsi, Manfaat hingga Contohnya di Indonesia

Published

on

Pengertian sabuk hijau atau green belt

Fenomena pembangunan di wilayah perkotaan sering kali meminimalkan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Padahal, keberadaan RTH menjadi salah satu unsur penting untuk mewujudkan lingkungan kota yang sehat dan nyaman. Sebab, memberikan berbagai manfaat bagi lingkungan dan manusia. 

Salah satu sarana dan prasarana pendukung Ruang Terbuka Hijau adalah sabuk hijau/green belt. Lantas, apa itu sabuk hijau?

Pengertian Ruang Terbuka

Pengertian ruang terbuka hijau atau RTH
Apa pengertian ruang terbuka hijau?

Sebelum itu, kita harus paham terlebih dahulu pengertian dari Ruang Terbuka Hijau atau RTH?

Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 5 Tahun 2008, ruang terbuka adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas baik dalam bentuk kawasan/area maupun dalam bentuk jalur/memanjang dimana dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan. Ruang terbuka terdiri dari ruang terbuka hijau dan ruang terbuka non-hijau.

Salah satu fungsi RTH di perkotaan adalah sebagai paru-paru kota. Faktanya, beragam aktivitas di perkotaan banyak menghasilkan polutan berbahaya bagi kesehatan manusia. Oleh karena itu, kita membutuhkan RTH sebagai penyerap gas karbondioksida (CO2) dan penghasil oksigen (O2).

Contoh RTH antara lain taman kota, taman rekreasi, taman wisata alam, hutan kota, jalur hijau, dan sabuk hijau. Dalam artikel kali ini kita akan bahas mengenai sabuk hijau atau green belt.

Baca juga: Ruang Terbuka Hijau: Pengertian, Tipologi, Fungsi, Manfaat dan Contoh-contoh

Apa yang Dimaksud Dengan Green Belt dan Perbedaannya Dengan Jalur Hijau?

Pengertian green belt
Green belt area menjadi pemisah antara kawasan perkotaan dan pedesaan

Sabuk hijau atau green belt adalah pemisah fisik daerah perkotaan dan pedesaan yang berupa zona bebas bangunan atau ruang terbuka hijau yang berada di sekeliling liar kawasan perkotaan atau daerah pusat aktivitas kegiatan yang menimbulkan polusi (Anggraeni 2005). 

Sementara itu, Arifin dan Nurhayati (2000) mengartikan jalur hijau jalan sebagai ruang terbuka hijau yang memanjang berada di sisi jalan maupun sebagai pemisah / median jalan.

Kalau menurut Peraturan Menteri PU N0.5/PRT/M/2008, salah satu bentuk RTH adalah jalur hijau jalan. Didefinisikan sebagai RTH yang disediakan dengan penempatan tanaman antara 20-30% dari ruang milik jalan (rumija) sesuai dengan klas jalan. 

Jalur hijau jalan terdiri dari kawasan jalur hijau sepanjang jalan, taman pulau jalan, taman di persimpangan jalan, dan lainnya.

Sabuk hijau dan jalur hijau merupakan dua hal yang berbeda, namun keduanya seringkali disamakan. Sederhananya sabuk hijau biasanya berupa area atau kawasan yang mengelompok, sedangkan jalur hijau berbentuk jalur/memanjang. 

Contoh kawasan green belt adalah kawasan di sekitar bendungan/waduk, sedangkan contoh jalur hijau adalah daerah sisi-sisi jalan dan/atau pemisah jalan yang ditanami beberapa vegetasi penunjang lingkungan.

Fungsi Green Belt?

Dalam Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan RTH di Kawasan Perkotaan (2008), sabuk hijau atau green belt, berfungsi sebagai daerah penyangga untuk membatasi perkembangan suatu penggunaan lahan (pemisah kawasan, batas kota) atau yang membatasi aktivitas satu dengan yang lainnya agar tidak saling mengganggu, dan pengamanan dari faktor lingkungan di sekitarnya.

Manfaat Green Belt Bagi Manusia dan Lingkungan

Manfaat adanya green belt adalah sebagai paru-paru kota, peneduh dan kontrol suhu di kawasan perkotaan, penahan partikel-partikel debu, penurunan tingkat polusi suara, keindahan kota, sarana rekreasi bagi penduduk perkotaan.

Kualitas hidup manusia ditentukan oleh salah satu aspek penting yaitu kesehatan. Kondisi lingkungan yang baik, bersih, sehat, tidak tercemar penting untuk kesehatan masyarakat.

Vegetasi termasuk dalam unsur utama dalam kawasan green belt. Vegetasi berfungsi sebagai pembersih atmosfer dengan cara menyerap gas-gas polutan melalui daun. 

Selain itu, menurut Shannigrahi dkk (2003), vegetasi gunanya untuk menurunkan tingkat polusi dengan cara mengabsorpsi, detoksifikasi, akumulasi, dan meningkatkan kualitas udara dengan cara meningkatkan pelepasan jumlah oksigen di udara.

Penyebab Kurangnya Kawasan Green Belt di Perkotaan

Penyebab kurangnya area sabuk hijau atau green belt
Pembangunan pabrik-pabrik terjadi di kota besar sehingga urbanisasi meningkat dengan pesat

Secara general Bae dkk (2003) mengelompokkan 5 penyebab kurangnya luasan kawasan green belt di kota besar, antara lain:

1. Industrialisasi

Industrialisasi adalah proses modernisasi suatu daerah. Perubahan sosial dan perkembangan ekonomi berkaitan dengan inovasi teknologi. Perusahaan-perusahaan manufaktur banyak dibangun dan dikembangkan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat di Indonesia. 

Di negara maju industrialisasi digunakan sebagai pemutus lingkar kemiskinan. Dampak positif yang dapat kita ambil dengan adanya industrialisasi adalah terciptanya lapangan pekerjaan, meningkatkan pendapatan nasional, standar hidup menjadi lebih tinggi. 

Namun, dampak negatif yang tidak dapat kita hindari adalah lahan hijau di perkotaan menjadi sangat sedikit, tingginya konversi lahan, polusi udara meningkat, dan lain-lain. 

2. Urbanisasi

Kehidupan di kota sekilas memang memanjakan mata. Upah minimum regional (UMR) relatif tinggi dibanding di desa, membuat masyarakat berbondong-bondong mencari penghidupan di kota-kota besar. 

Seiring dengan berjalannya waktu, kebutuhan akan tempat tinggal meningkat secara drastis. Alhasil, banyak lahan terbuka hijau dikonversi menjadi kawasan pemukiman.

3. Pembangunan Ekonomi yang Tidak Terencana dengan Baik

Industrialisasi dan urbanisasi meningkat secara pesat karena pembangunan ekonomi yang tidak direncanakan dengan baik. Di perkotaan terjadi pembangunan secara besar-besaran, namun berbeda dengan di pedesaan cenderung tertinggal dan kurang tersentuh oleh pemerintah.

4. Tidak Ada Mekanisme Kontrol yang Baik Untuk Mempertahankan Kawasan Sabuk Hijau

Peraturan tetaplah peraturan yang seharusnya dipatuhi oleh siapapun. Bukan sebatas formalitas tanpa realitas (hukuman bagi yang melanggar). 

Pendataan luasan ruang terbuka hijau di suatu daerah bisa saja tidak terlaksana dengan baik. Sehingga konversi lahan sangat mudah dilakukan oleh seseorang ataupun sekelompok orang, tanpa mendapatkan sanksi atas tindakan yang dilakukan. 

5. Daya Dukung Lingkungan yang Sudah Berkurang Memperburuk Kondisi di Areal Perkotaan

Green belt memiliki fungsi sebagai pengontrol polusi yang ada di sekitarnya. Jika lingkungan tidak bisa menjalankan fungsi semestinya, akan berpengaruh pada kualitas hidup masyarakat di perkotaan.

Contoh Green Belt di Indonesia

Kawasan sabuk hijau atau green belt di sekitar bendungan
Kawasan green belt biasanya berada di sekitar bendungan

Dikutip dari laman Kementerian PUPR Ditjen Sumber Daya Air BBWS Bengawan Solo, area sabuk hijau (green belt) di kawasan bendungan Gondang dan Bendungan Serbaguna Wonogiri akan ditanami berbagai jenis pohon yang bernilai ekonomis. Penanaman pohon disesuaikan dengan struktur tanah pada areal tersebut dan memiliki nilai ekonomi bagi masyarakat setempat.

Kepala SNVT Pembangunan Bendungan Bengawan Solo. Dony Faturochman S,S.T. menjelaskan bahwa di Bendungan Gondang sudah ditanami sekitar 450 pohon di areal green belt seluas 18,6 Ha. Namun masih berproses setiap tahunnya dengan menanami sekitar 220 pohon terdiri dari jenis durian, kelengkeng, mangga, dan jambu.

Upaya penanaman pohon di area sabuk hijau dilakukan tanpa mengganggu fungsi utama bendungan sebagai tempat menampung air. 

Contoh lainnya yaitu kawasan sabuk hijau (green belt) pada kawasan Waduk Sermo di Yogyakarta. Kawasan green belt sekitar waduk dibuat untuk mencegah erosi di sempadan waduk, menjaga stabilitas tanah, dan memisahkan kawasan waduk dengan lahan di sekitarnya (Rahayu dkk 2016).

Kondisi lereng/sempadan di Kawasan Waduk Sermo terbilang curam hingga sangat curam. Pohon pada kawasan green belt berfungsi untuk mengurangi erosi percik, menghambat aliran permukaan, mencegah evaporasi berlebih, dan memperbanyak infiltrasi. 

Aktivitas masyarakat di sekitar Waduk Sermo dikhawatirkan memperbesar erosi pada tebing waduk. Oleh sebab itu, Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta membuat Peraturan No. 9 Tahun 2009 yang berisi tentang larangan dan pemanfaatan yang diperbolehkan masyarakat.

Namun, dalam penerapannya warga masih saja membudidayakan tanaman semusim seperti rumput gajah, mencangkul untuk penanaman dan disekitar tanaman yang dibudidayakan.

Baca juga: Krisis Iklim dan Mengapa Kita Menormalisasinya?

Keberadaan green belt sangatlah penting bagi lingkungan. Manfaat yang didapat baik bagi manusia dan lingkungan. Oleh karena itu, semua pihak harus terlibat aktif dalam menjaga kawasan ini.

FAQ

Apa yang dimaksud dengan green belt?

pemisah fisik daerah perkotaan dan pedesaan yang berupa zona bebas bangunan atau ruang terbuka hijau yang berada di sekeliling liar kawasan perkotaan atau daerah pusat aktivitas kegiatan yang menimbulkan polusi

Apa manfaat green belt?

paru-paru kota, peneduh dan kontrol suhu di kawasan perkotaan, penahan partikel-partikel debu, penurunan tingkat polusi suara, keindahan kota, sarana rekreasi bagi penduduk perkotaan.

Ana Salsabila adalah Junior SEO Content Writer di LindungiHutan yang berpengalaman dalam penulisan artikel tentang lingkungan dan kehutanan.

Continue Reading
1 Comment

1 Comment

  1. Pingback: Building the New Capital City with Forest City Concept: “Challenges and Opportunities” – Industrial Engineering

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Rawat Bumi LindungiHutan