Connect with us

Lingkungan

Eutrofikasi Adalah: Pengertian, Penyebab, Jenis, Dampak dan Cara Menanggulanginya

Published

on

pengertian eutrofikasi dan cara menanggulangi

Kalian pernah mendengar kasus kematian ikan massal di suatu daerah? Sebenarnya kita sering mendapati berita tersebut di televisi maupun sosial media. 

Bahkan, pada tahun 2009 silam, pernah terjadi kematian massal ikan di Keramba Jaring Apung Danau Maninjau. Atas kejadian tersebut, total kerugian mencapai Rp 150 Miliar. Fenomena tersebut sangat merugikan dan menjadi ancaman bagi ekosistem perairan. Peristiwa ini dikenal dengan eutrofikasi.

Eutrofikasi seringkali menjadi masalah lingkungan yang mengkhawatirkan. Sebab, bisa terjadi ekosistem perairan, seperti di danau, waduk, sungai, dan laut. Lantas, apa itu eutrofikasi? Apa penyebab dan dampak yang ditimbulkan? Serta, bagaimana cara mengendalikannya? Oleh karena itu, simak artikel berikut dan temukan jawabannya!

Apa yang Dimaksud dengan Eutrofikasi?

pengertian eutrofikasi
Berlebihan nutrisi seperti nitrogen dan fosfor menguntungkan bagi fitoplankton, tetapi merugikan bagi yang lainnya

Eutrofikasi adalah pencemaran air yang disebabkan oleh nutrisi yang berlebihan ke dalam ekosistem air mengakibatkan tidak terkontrolnya pertumbuhan tumbuhan air (Simbolon 2016). 

Jelasnya, eutrofikasi didefinisikan sebagai proses pengkayaan perairan, terutama oleh fosfor dan nitrogen, tetapi elemen lain juga seperti potassium, silikon, mangan, dan kalsium sehingga pertumbuhan tumbuhan air tidak terkontrol (blooming).

Pada konsentrasi yang optimum, kandungan unsur hara N dan P menguntungkan bagi fitoplankton (makanan ikan). Namun, ketika konsentrasi unsur-unsur tinggi, terjadi pertumbuhan fitoplankton yang berlebihan. Dengan banyaknya fitoplankton dan tumbuhan air yang tumbuh di area tersebut, menandakan adanya peningkatan bahan organik.

Bahan organik yang muncul di dalam air, kemudian didekomposisi oleh bakteri dapat mengakibatkan penurunan kadar oksigen. Padahal, makhluk hidup membutuhkan oksigen untuk kelangsungan hidup. Apabila tidak ada oksigen, tidak bisa melakukan proses pernapasan dan metabolisme dalam tubuh. 

Ternyata, eutrofikasi juga dapat meningkatkan kandungan amonia di dalam air. Senyawa ini bersifat toxic  bagi kelangsungan hidup berbagai biota air. 

Apa Penyebab Eutrofikasi?

penyebab eutrofikasi
Limbah dari industri, peternakan, pertanian, detergen, dan manusia menjadi penyebab eutrofikasi

Morse dkk (2008), menyatakan bahwa penyebab eutrofikasi sebanyak 10% dari proses alamiah di lingkungan perairan, 7% dari industri, 11% dari limbah detergen, 17% dari pupuk pertanian, 23% dari manusia, dan 32% dari limbah peternakan.

Beberapa aktivitas manusia yang menjadi penyebab eutrofikasi meliputi:

  • Industri. 

Senyawa fosfat biasa dicampurkan ke air untuk mencegah terjadinya oksidasi besi. Apabila bahan tersebut dibuang secara sembarangan, maka akan masuk ke badan air.

  • Deterjen

Penggunaan deterjen sehari-hari biasa digunakan sebagai keperluan mencuci. Limbah ini sangat sulit diuraikan oleh bakteri. Sehingga, ada kemungkinan bahwa limbah ini terbawa oleh aliran air hingga ke badan air.

  • Pertanian

Penggunaan pupuk pestisida menyebabkan pencemaran pada tanah atau lingkungan perairan. Limbah pupuk tidak sengaja terbawa oleh aliran air hingga ke sungai, dan yang lain. Maka tak heran jika limbah dapat berada jauh dari area pertanian, sebab terbawa oleh aliran air.

  • Peternakan

Sisa-sisa pakan yang terbawa arus sungai, danau hingga lautan dapat  terserap oleh tumbuhan air, mengakibatkan ekosistem perairan menjadi terganggu.

  • Limbah manusia

Limbah kotoran manusia memiliki potensi mengandung zat adiktif fosfat. Apabila berlangsung lama dan tanpa pengolahan, maka akan terjadi proses eutrofikasi di perairan.

Ada Berapa Jenis Eutrofikasi?

Para ahli membedakan menjadi dua jenis yaitu kultural dan alamiah.

Eutrofikasi kultural (cultural eutrophication) merupakan proses peningkatan unsur hara akibat dari aktivitas manusia di sepanjang aliran sungai kemudian masuk ke badan air. Ulah manusia menyebabkan proses eutrofikasi berlangsung cukup singkat.

Eutrofikasi alamiah (natural eutrophication) merupakan proses yang terjadi akibat adanya aliran yang membawa detritus tanaman, garam-garaman, dan tersimpan di badan air dalam waktu yang lama. Biasanya terjadi selama ratusan hingga ribuan tahun.

Baca juga: Sampah Elektronik: Permasalahan Limbah yang Berdampak Besar Pada Lingkungan dan Manusia

Apa Bahaya Eutrofikasi?

bahay eutrofikasi bagi makhluk hidup
Bahaya eutrofikasi salah satunya kematian ikan secara massal

Mengingat, eutrofikasi menjadi ancaman bagi ekosistem air. Ada 5 dampak yang timbul sehingga mengganggu aktivitas makhluk hidup (Irianto dan Triweko 2019), meliputi:

1. Pencemaran Sumber Air Baku

Penyebab terjadi pencemaran di waduk maupun danau diakibatkan dari limbah pertanian, peternakan, domestik, industri, erosi dan sedimentasi yang mengalir dari Daerah Aliran Sungai.

Penambahan senyawa nitrogen dan fosfor menyebabkan penurunan kualitas air waduk dan danau perlahan berubah. Padahal, nitrogen dan fosfor adalah zat hara yang dibutuhkan oleh tumbuhan. Apabila berlebihan berpengaruh pada status mutu kualitas air di waduk dan danau. Dominasi mikroalga berdampak pada kualitas air yang mengganggu fungsi dari waduk, yaitu sebagai penyedia air baku.

2. Penurunan Produksi Perikanan

Berita kematian massal ikan sering terdengar di telinga kita. Bisa jadi, disebabkan oleh penyuburan waduk atau eutrofikasi. Umumnya, diakibatkan oleh rendahnya kadar oksigen di dalam air. 

Kematian ikan secara massal biasa terjadi pada malam hari. Menurut penelitian Brahmana (1993), kadar oksigen terlarut di permukaan air akan turun drastis bahkan bisa mencapai nol. Penyebabnya adalah tidak ada matahari sehingga proses fotosintesis tidak berjalan semestinya. 

3. Penurunan Kualitas Sumber Air Minum

Salah satu masalah yang muncul adanya eutrofikasi adalah menurunnya kualitas air waduk. 

Dilihat dari aspek sumber air, waduk dan danau yang mengandung ganggang bersifat merugikan. Ganggang Anabaena sp. dan Mikrocitis mampu menghasilkan endotoksin dan eksotoksin yang masing-masing menghasilkan microcystine yang bersifat toksin. Intinya, kandungan tersebut berbahaya bagi kesehatan sebab menyerang syaraf dan hati.

Lantas, apakah sumber air yang sudah terkena penyuburan tidak bisa diminum lagi? Masih bisa. Tetapi, tidak bisa diolah dengan metode konvensional seperti proses filtrasi, koagulasi, flokulasi, dan sedimentasi. Melainkan, harus diolah menggunakan zat kimia dengan biaya yang jauh lebih tinggi dibanding melalui proses konvensional.

4. Gangguan Ekosistem dan Estetika Perairan

Jika kita melihat banyak eceng gondok atau Eichornia crasipes di area badan air, bisa kita simpulkan bahwa area tersebut telah terjadi proses eutrofikasi. 

Rapatnya pertumbuhan eceng gondok menghalangi sinar matahari yang masuk ke dalam air. Sehingga, mengurangi proses pembentukan oksigen di dalam air. Makhluk hidup di dalam air menjadi kurang berkembang mengakibatkan gangguan ekosistem pada waduk dan danau.

Pada sebagian orang, waduk dijadikan sebagai tempat rekreasi atau wisata. Jika area waduk sudah tercemar dapat menurunkan aspek estetika dari fungsi waduk. Transparansi, warna, bau, rasa, dan menimbulkan penyakit kulit mengakibatkan menurunnya daya tarik wisatawan untuk berkunjung kesana.

5. Gangguan Transportasi, Operasi, dan Pemeliharaan Waduk

Eceng gondok sebagai gulma air menyebabkan terjadinya gangguan transportasi antar wilayah tersebut. Terhambatnya pertumbuhan sosial ekonomi masyarakat yang tinggal disekitar area tersebut. 

Maka dari itu eceng gondok harus dibersihkan dan dikendalikan secara berkala agar pertumbuhannya tidak mengganggu ekosistem air.

Bagaimana Cara Menanggulangi Eutrofikasi?

cara menanggulangi eutrofikasi
Penambahan senyawa flokulan merupakan salah satu cara mengendalikan eutrofikasi

Berdasarkan Irianto dan Triweko (2019), upaya yang dapat kita lakukan untuk mengendalikan eutrofikasi terbagi menjadi dua, secara alami dan secara fisika-kimia-biologi.

1. Alami

Pengendalian alga dilakukan dengan menggunakan makhluk hidup secara alami misalnya memasukkan ikan sebagai penghambat suatu organisme lain.

Cara ini relatif mudah dan aman untuk dilakukan. Keuntungan memasukkan organisme lain adalah tidak terjadi penurunan kadar oksigen, tidak menurunkan produktivitas perikanan, dan keseimbangan ekosistem terjaga dengan baik.

Ada persyaratan yang dilakukan jika menggunakan cara alami sebagai pengendali gulma, meliputi organisme dapat memakan beberapa jenis tumbuhan, tidak bersaing dengan organisme lain, daya pengendaliannya tinggi, tidak menjadi gulma, tidak merugikan secara ekonomi, dan menambah produktivitas di perairan. 

Ikan mola dikenal sebagai silver carp (Hypophthalmichthys molitrix), merupakan jenis ikan yang efektif untuk pengendalian alga karena mampu memanfaatkan sekitar 72% fitoplankton yang terkandung di dalam air.

2. Fisika-Kimia-Biologi

Ada 5 cara menanggulangi eutrofikasi menggunakan upaya fisika-kimia-biologi, yakni:

  • Pembuatan saluran pengelak

Saluran dibuat agar seluruh atau sebagian air tidak masuk ke waduk. Mekanismenya dilakukan dengan cara pembuangan dengan pembelokan “Discharging While Diverting (DWD)” dan pembuangan sebelum dibelokkan “Discharging Before Diverting (DBD)”.

  • Pengaturan dan sirkulasi aliran air

Salah satu caranya dengan Teknologi sirkular jarak jauh atau Long Distance Circulation (LDC). Inovasi ini menggunakan bantuan tenaga matahari. LDC diletakkan dalam suatu ponton dilengkapi dengan pompa efisiensi tinggi dan daya dari baterai diisi dari panel energi matahari. 

  • Pengendalian nutrien dan pemanfaatan kembali air limbah

Pemanfaatan limbah air dapat dialihkan untuk pertamanan atau lapangan golf. Air yang digunakan sebagai irigasi persawahan ditampung kemudian dimanfaatkan kembali untuk area pertamanan. Limbah cair dan padat dari peternakan sebaiknya ditampung pada tangki anaerobik, kemudian dimanfaatkan kembali untuk pupuk organik maupun biogas.

  • Penambahan senyawa flokulan

Senyawa flokulan adalah senyawa kimia yang sering digunakan dalam pengendalian eutrofikasi. Senyawa ini berupa senyawa Aluminium Sulfate atau Alum. Senyawa ini tidak beracun dan mampu menurunkan senyawa fosfor dalam air.

  • Pengerukan sedimen dasar

Metode pengerukan atau dredging dilakukan menjadi salah satu upaya pengendalian eutrofikasi. Sekitar 50-60% fosfor di dalam air, disebabkan dari sedimen. Tujuan pengerukan adalah menghilangkan zat-zat beracun di dalam air, mengurangi makrofita, penghilang fosfor, dan memperbaiki kondisi dasar badan air.

Baca juga: Pencemaran Lingkungan: Penyebab, Jenis, Dampak dan Cara Menanganinya (Update 2022)

Itulah penjelasan mengenai eutrofikasi. Masih dibutuhkan upaya pengendalian limbah bersama-sama. Mulai dari pemerintah hingga masyarakat, sepatutnya saling bahu-membahu mengatasi limbah agar tidak terjadi pencemaran lingkungan. Alhasil, ekosistem darat maupun air dapat terjaga keseimbangannya. 

FAQ

Berapa jenis eutrofikasi?

Dua, yaitu kultural dan alamiah

Apa penyebab eutrofikasi?

Industri, limbah pertanian, deterjen, peternakan, dan limbah dari manusia

Ana Salsabila adalah Junior SEO Content Writer di LindungiHutan yang berpengalaman dalam penulisan artikel tentang lingkungan dan kehutanan.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sedekah Pohon LindungiHutan