Connect with us

Hutanpedia

Pohon Ramin: Tumbuhan Penghasil Kayu Endemik Indonesia yang Terancam Punah

Published

on

Ciri-ciri pohon ramin

Indonesia merupakan negara dengan kekayaan yang melimpah dan menyimpan keanekaragaman flora yang beragam jenisnya. Salah satu di antaranya adalah pohon ramin, tumbuhan langka yang menjadi primadona dalam dunia perdagangan kayu di Indonesia bahkan dunia. 

Pohon ramin memiliki kayu yang kuat biasa digunakan dalam pembuatan interior ataupun peralatan lainnya. Jenis ini banyak diminati oleh konsumen sehingga dieksploitasi untuk memenuhi kebutuhan pasar. 

Sebagai tumbuhan endemik Indonesia, pohon ramin menjadi andalan sebagai jenis yang menempati hutan rawa gambut. Tahun 1994, pohon ramin memiliki status sebagai pohon yang mulai terancam punah. Komunitas global kemudian mengatur perdagangan kayu dari pohon tersebut!

Baca juga: 10+ Pohon Peneduh Rumah yang Cocok untuk Halaman

Apa yang Dimaksud dengan Ramin?

Pohon ramin memiliki nama latin Gonystylus bancanus Kurz. termasuk ke dalam famili Thymelaeaceae (Martawidjaya et al 1989 dalam Rusmana dan Yuwati 2016). Pohon ramin adalah pohon yang selalu hijau dan membutuhkan banyak cahaya. Pada fase vegetatifnya ramin membutuhkan naungan yang sedang.

Gambar pohon ramin oleh Tommy P

Dikutip dari Heriyanto dan Garsetiasih (2006), batang ramin berbentuk lurus, tingginya mencapai 40-45 meter, memiliki tinggi bebas cabang tanpa banir 20-30 meter. Pada kulit batang ramin mengeluarkan getah dan apabila mengenai kulit dapat menyebabkan gatal. Oleh karena itu, jenis ini dikenal juga sebagai kayu miang.

Pada saat ditebang kayu teras ramin akan berwarna kuning, jika kering maka kayunya dapat berubah warna menjadi putih kekuningan. Kayu ramin termasuk ke dalam kayu jenis V dan mudah terserang jamur biru serta bubuk kayu basah, tetapi kayu ramin mudah diawetkan.

Jenis ramin memiliki bentuk daun bulat telur, ujung daun berlipat, dan banyak tulang daun tetapi tidak nyata. Apabila merekah, buah ramin dapat pecah menjadi 3 bagian (Shaw 1954 dalam  Heriyanto dan Garsetiasih 2006). 

Pada umumnya jenis ramin tumbuh di hutan rawa gambut, tepian sungai, dan di wilayah yang terpengaruh oleh pasang surut pada air yang tidak asin (Burges 1966; Soediarto 1963; Shaw 1954 dalam Heriyanto dan Garsetiasih 2006).

Menurut penelitian dari Soerianegara dan Indrawan (1982) dalam Heriyanto dan Garsetiasih (2006), ramin tumbuh di hutan rawa gambut dengan tebal lapisan sekitar 1-20 meter. Soediarto (1963) dalam Heriyanto dan Garsetiasih (2006), juga menyatakan bahwa di Serawak dan Brunei, jenis ramin banyak ditemukan di hutan rawa dan biasa berasosiasi dengan jenis Shorea albida.

Manfaat Pohon Ramin

Pohon ramin merupakan jenis yang hanya ditemukan di Indonesia dan Malaysia. Kayu ramin banyak digunakan untuk konstruksi ringan, bahan meubel, rangka pintu dan jendela, kayu lapis, moulding, dan sebagai campuran untuk wewangian dan obat karena ramin mengandung gaharu di dalamnya (Prawira 1979 dalam Heriyanto dan Garsetiasih 2006).

Di pasar internasional, kayu ramin memiliki harga yang relatif tinggi yaitu sebesar US $1,000 per meter kubik atau sekitar 10 juta rupiah, Hal tersebut menjadikan kayu ramin menjadi salah satu jenis kayu berharga di pasar dunia (Intip Hutan 2003).

Baca juga: Solusi Deforestasi, Berikut yang Dapat Diupayakan!

Kondisi Pohon Ramin dan Upaya Pelestariannya di Indonesia

Keberadaan pohon ramin termasuk ke dalam jenis langka. Menurut laporan dari International Union for Conservation of Natural Resources (IUCN 1994) dalam Heriyanto dan Garsetiasih (2006), ramin termasuk dalam tumbuhan kategori kritis (critically endangered) dan dapat dikatakan mulai terancam punah, sesuai dengan red list summary report dan termasuk dalam daftar Convention International Trade in Endangered Species of Wildlife Fauna and Flora (CITES).

Di Indonesia, penyebab kelangkaan ramin banyak disebabkan oleh beberapa faktor antara lain penebangan liar, alih fungsi lahan (konversi), perambahan hutan, kebakaran hutan, dan musim berbuah pohon ramin yang tidak beraturan setiap tahunnya (Istomo 2005, Komar 2005).

Buah ramin yang sudah matang baik di pohon maupun yang sudah jatuh di lantai hutan seringkali dimakan oleh satwa liar seperti kera, tupai, tikus, dan burung, sehingga keberlanjutan pohon ramin mengalami penurunan.

Berdasar penelitian Muin (2009) dalam Rusmana dan Yuwati (2016), menyebutkan bahwa jenis ramin terancam oleh aktivitas pembukaan lahan untuk perkebunan, perladangan, dan illegal logging. Kendala lainnya adalah riap pertumbuhan pohon ramin termasuk dalam kategori sangat lambat sekitar 0,3-0,9 cm/tahun (Hamzah 2010).

Upaya pelestarian pohon ramin yang dapat kita lakukan yaitu melalui kegiatan silvikultur. Salah satu caranya adalah membangun sumber benih, kebun pangkas sebagai tanaman donor untuk bahan stek ramin.

Tajudin et al. (2010) dalam Rusmana dan Yuwati (2016), mengatakan bahwa upaya konservasi ramin dapat dimulai dengan penyediaan bibit, penanaman, dan pemeliharaan agar pohon ramin tidak punah. 

Melihat ketidakteraturan pohon ramin ramin untuk berbuah dan sebagai langkah untuk mencegah kelangkaan ramin, perlu dilakukan penyediaan bibit melalui stek yang dapat dilakukan apabila biji ramin tidak tersedia. 

Berdasarkan penelitian dari Heriyanto dan Garsetiasih (2006), persentase perakaran pada stek ramin mulai dari 20-60% apabila menggunakan media tumbuh seperti top soil dan sekam padi (1:1), pasir sungai dan arang sekam (1:1), gambut dan arang sekam (1:1), arang sekam dan pasir putih (1:1), penggunaan cocopeat dan sekam padi (7:3), serta pasir putih/pasir kuarsa tanpa campuran (100%).

Untuk meningkatkan keberhasilan dalam stek ramin, harus disemaikan dalam kondisi kelembapan >90% pada temperatur udara tidak lebih dari 32°C pada siang hari dengan intensitas naungan 60-70% atau intensitas cahaya antara 10.000-20.000 lux.

Sebagai pohon endemik Indonesia, pohon ramin memiliki nilai ekologis dan ekonomis yang tinggi. Namun, karena keberadaan yang terancam punah, upaya perlindungan dan pelestarian jenis ramin perlu menjadi prioritas bersama.

Selain pohon ramin, kita juga perlu menjaga lingkungan melalui aktivitas penghijauan salah satunya penanaman mangrove di wilayah pesisir. Ekosistem pesisir yang berhadapan langsung pada dampak dari perubahan iklim, menjadi benteng yang harus diperkuat.

Baca juga: Unduh Booklet Kajian dan Dampak Perubahan Iklim di Indonesia dan Global

Apa yang LindungiHutan Lakukan?

LindungiHutan menanam 800 RIBU Pohon lebih di 45+ lokasi penanaman yang tersebar di Indonesia, menyerap 400 ton CO2Eq, serta melibatkan 188 kelompok Mitra Petani di lapangan dalam prosesnya!

FAQ

Apa manfaat dari kayu ramin?

Ramin banyak dimanfaatkan kayunya. Kayu ramin biasa digunakan dalam industri kayu seperti pembuatan furniture, bahan bangunan, kerajinan tangan, perabotan rumah tangga, dan lainnya.

Apakah kayu ramin kuat?

Kekuatan kayu ramin tergantung pada kondisi tumbuhan, usia, dan proses pengolahan. Secara umum kayu ramin memiliki kekuatan yang cukup baik dalam beberapa pengaplikasian meskipun tidak sekuat kayu jati.

Apa yang dimaksud dengan ramin?

Ramin adalah jenis pohon pada genus Gonystylus. Tersebar di Indonesia dan Malaysia. Ramin memiliki daun yang tersusun secara spiral dan oval. Memiliki buah dan kayunya berwarna kuning keputih-putihan.

Apakah kayu ramin gatal?

Kayu ramin mengeluarkan getah dan apabila mengenai kulit berpotensi menyebabkan rasa gatal

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Survey LindungiHutan