Connect with us

Wilayah

Pantai Tiwoho, Kabupaten Minahasa Utara: Praktik Kearifan Lokal dalam Menjaga Kelestarian Mangrove

Published

on

Pantai tiwoho dan kelestarian mangrove.

Tiwoho merupakan desa yang terletak di Kecamatan Wori, Kabupaten Minahasa Utara, Provinsi Sulawesi Utara. Letaknya berbatasan dengan Kota Manado dan termasuk dalam kawasan konservasi Taman Nasional Bunaken (TNB).

Mengingat statusnya yang masuk dalam Destinasi Wisata Super Prioritas akses menuju Desa Tiwoho tidaklah sulit dan hanya membutuhkan waktu 45 menit dari Kota Manado.

Desa Tiwoho memiliki wilayah dan bentang alam yang kaya akan potensi sumber daya alam, mulai dari dataran tinggi perbukitan sampai ke garis pantai. Mangrove merupakan satu dari beberapa potensi yang dimiliki Desa Tiwoho. Saat ini, pemerintah bersama masyarakat mengembangkan ekowisata sebagai agenda pembangunan kepariwisataan.

Hutan Mangrove Tiwoho: Luasan, Potensi, dan Persoalan yang Dihadapi

Hutan Mangrove Tiwoho merupakan wilayah rimba kawasan konservaSI Taman Nasional Bunaken (TNB), di mana dalam pengelolaannya daerah ini termasuk bagian dari Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) wilayah I meras. Kawasan ini juga menjadi wilayah konservasi bertepatan dengan penetapan TNB.

Bagi masyarakat Tiwoho, keberadaan mangrove sangat bermanfaat terhadap keberlangsungan hidupnya. Sebab, kawasan ini menjadi sumber ekonomi dan penyangga bagi pemukiman mereka terhadap dampak negatif dari air laut.

Mangrove Tiwoho sendiri memiliki luas 75 ha (80% sudah ditanam) dari 556.485 ha luas wilayah Desa Tiwoho. Adapun, jenis mangrove yang mendominasi seperti Sonneratia alba, Rhizophora apiculata, Avicennia marina, Bruguiera gymnorrhiza, Ceriops tagal dan Nypa. Sejak dahulu masyarakat telah terbiasa secara rutin dan turun temurun memanfaatkan hutan mangrove sebagai sumber penghidupan.

Baca juga: Kawasan Hutan Mangrove di Pesisir Pengarengan Kabupaten Cirebon dan Mengapa Kita Perlu Menjaganya?

Masyarakat menggunakan mangrove sebagai kawasan berburu, memenuhi kebutuhan rumah tangga maupun keperluan kesehatan. Masyarakat juga rutin beraktivitas di kawasan mangrove dengan mencari ikan, kepiting, biang (kerang laut), soa-soa (biawak), burung, mencari kayu bakar, tiang rumah, sumber pakan ternak, bahan baku pembuatan atap rumah, hingga obat-obatan tradisional.

Sayangnya, kondisi mangrove di Desa Tiwoho mengalami degradasi sejak tahun 1989. Tak sedikit areal hutan mangrove yang kemudian dialih fungsikan menjadi lahan tambak udang. Selain itu, masyarakat juga memanfaatkan hutan mangrove sebagai kayu bakar untuk pembuatan batu bata. Barangkali, pemanfaatan tersebut tidak diiringi dengan penanaman kembali.

Namun, karena Desa Tiwoho telah ditetapkan masuk dalam kawasan Konservasi Taman Laut Bunaken maka masyarakat sudah dilarang untuk memanfaatkan hasil kayu. Menjadi bagian dari kawasan konservasi artinya terdapat larangan dari pemerintah untuk merusak, mengubah lahan, ataupun memanfaatkan hutan dengan eksploitasi yang berlebihan.

Upaya Menjaga Kelestarian Mangrove dan Praktik Kearifan Lokal Masyarakat Desa Tiwoho!

Selain dari sisi regulasi yang sudah ditetapkan, kesadaran masyarakat akan pentingnya kelestarian ekosistem mangrove juga perlu ditingkatkan. Perlu dilakukan berbagai upaya untuk memulihkan kembali hutan bakau yang rusak agar dapat kembali memberikan fungsinya bagi kesejahteraan manusia.

Keikutsertaan masyarakat dalam upaya merehabilitasi dan pengelolaan bakau bisa menjadi kunci keberhasilan pelestarian bakau. Nilai-nilai kearifan lokal yang selama ini dipegang masyarakat setempat justru acap kali efektif menjaga kelestarian mangrove.

Masyarakat Desa Tiwoho mempunyai suatu kebiasaan untuk meminta izin kepada aparat desa apabila ada kebutuhan untuk menebang pohon mangrove. Karena, terdapat peraturan tidak tertulis yang mengharuskan siapa saja anggota masyarakat Desa Tiwoho yang menebang pohon mangrove harus menanam 10 kali lipat banyaknya dari pohon yang ditebang.

Mulanya, ini merupakan anjuran aparat pemerintah dan tokoh masyarakat kepada anggota masyarakat. Akan tetapi, lama kelamaan menjadi sesuatu yang biasa dan menjadi budaya masyarakat setempat. Setiap anggota masyarakat kemudian merasa wajib memelihara, melindungi, dan mengawasi hutan mangrove.

Karena bagaimanapun juga, hutan mangrove selain memberikan manfaat secara langsung, keberadaannya juga penting untuk menjaga wilayah pesisir. Seperti kita ketahui, hutan mangrove menahan abrasi dan intrusi air laut ke dalam tanah. Alhasil, ketika keberadaan hutan mangrove terus berkurang setiap tahunnya maka ancaman bencana bisa menjadi nyata.

Maka dari itu, Roy Marthen Saladi bersama LindungiHutan memilih untuk menanam pohon. Warga Pantai Timoho ini merasa kondisi desa yang minim mangrove menyebabkan pasang/banjir bandang yang luar biasa, sampai air masuk ke desa, dan memenuhi jalan. Salah satu solusi yang memungkinkan untuk segera dilakukan adalah dengan menanam mangrove.

Baca juga: Potensi Tersembunyi Gunung Sawur Kabupaten Lumajang yang Perlu Kita Jaga Bersama

Jadi, ayo dukung aksi-aksi penghijauan Roy Marthen Saladi bersama LindungiHutan demi menjaga kelestarian hutan mangrove Tiwoho kini dan nanti! Info lebih lanjut mengenai Pantai Tiwoho bisa kunjungi alamat berikut ini https://lindungihutan.com/kampanyePenggerak_new/128

Muhamad Iqbal adalah SEO content writer di LindungiHutan dengan fokus pada tulisan-tulisan lingkungan, kehutanan dan sosial.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Jalin kerja sama CSR CorporaTree