Lingkungan
Menyoroti Dampak Perubahan Iklim di Berbagai Bidang
Perubahan iklim menjadi tantangan besar bagi bagi seluruh makhluk hidup di bumi ini. Dari pengaruhnya, perubahan iklim menciptakan tekanan pada manusia dan lingkungan yang tidak bisa diabaikan begitu saja.
Perubahan suhu secara global, kenaikan tinggi permukaan air laut, pola cuaca dan curah hujan tak menentu, menciptakan dampak perubahan iklim secara luas. Dengan memahami dampak-dampak perubahan iklim, kita dapat mengambil langkah mitigasi efek perubahan iklim untuk masa depan.
Selain itu, dampak perubahan iklim global juga mempengaruhi beberapa bidang seperti pertanian, perikanan, kesehatan, dan lingkungan/ekosistem.
Daftar Isi
Dampak Perubahan Iklim terhadap Pertanian
Sektor pertanian di Indonesia memegang peranan penting dari perekonomian nasional. Dan juga, Indonesia disebut negara agraris sebab mayoritas penduduknya bekerja di bidang pertanian.
Menurut data BPS yang tercatat dalam Publikasi Keadaan Pekerja di Indonesia Februari 2022, tercatat bahwa 9.749.093 jiwa penduduk Indonesia berprofesi sebagai petani.
Sektor pertanian merupakan sektor yang sangat rentan terhadap perubahan iklim, sebab mempengaruhi pola tanam, waktu tanam, dan indeks/intensitas pertanaman (IP).
Ketiga komponen agronomis tersebut sangat terkait dengan perubahan jumlah dan pola curah hujan (ketersediaan air), serta pergeseran musim (maju mundur dan lamanya musim hujan/kemarau). Dampak perubahan iklim menyebabkan hal-hal di bawah ini:
1. Menurunya Produksi Pertanian
Menurut Suberjo (2009), perubahan cuaca dan pemanasan global dapat menurunkan produksi pertanian antara 5-20%. Hasil studi yang dilakukan Angles dkk (2011), penurunan hasil panen karena berkurangnya intensitas hujan terjadi di Dharmapuri India.
Dari kejadian tersebut, dampak jangka pendek yang terjadi masyarakat adalah mengalami penurunan pendapatan, sedangkan dampak jangka panjang yang terjadi adalah berakhirnya profesi petani di lahan kering.
2. Kegagalan Panen
Dampak perubahan iklim terhadap pertanian tanaman pangan dan hortikultura dapat menyebabkan terjadinya banjir, kekeringan, dan serangan organisme pengganggu tanaman. Dari ketiga hal tersebut, mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas dan kuantitas produksi, bahkan mengalami kegagalan panen.
Menurut data dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura (2015) di dalam Sumasturi dan Pradono (2016), luas areal yang terkena (sebagian) banjir dan gagal panen (puso) selama 5 tahun di Jawa Tengah seperti pada tabel di bawah ini.
Tahun | Terkena(%) | Puso(%) | Jumlah |
2010 | 30.368(70,8) | 12.526(29,2) | 42.894 |
2011 | 48.239(72,9) | 17.947(27,1) | 66.186 |
2012 | 42.625(81,1) | 9.959(18,9) | 52.584 |
2013 | 23.490(75,7) | 7.559(24,3) | 31.049 |
2014 | 12.727(89,4) | 1.503(10,6) | 14.230 |
Kegagalan panen di Jawa Tengah akibat dari kekeringan terjadi pada tahun 2010 dan 2014, sebab pada kedua tahun tersebut musim kering terjadi lebih panjang dibanding musim hujan.
Pada kondisi normal, proporsi musim kering dan hujan adalah sama, namun perubahan iklim akibat pemanasan global yang terus menerus menyebabkan perubahan dari proporsi tersebut.
Hal tersebut mempengaruhi produksi tanaman pangan dan pertanian yang membutuhkan air pada kondisi tertentu. Selain itu, serangan serangga jenis tungro pada 2010-2014 di Jawa Tengah, lebih banyak terjadi pada musim kering dibanding pada musim hujan.
Baca juga: Dampak Perubahan Iklim, Mulai Dari Penyakit, Mental, Sampai Krisis Makanan
Dampak Perubahan Iklim Bagi Kesehatan
Kenaikan suhu di bumi tidak hanya berdampak pada kenaikan suhu secara global, tetapi juga mempengaruhi kesehatan manusia. Dikutip dari Susilawati (2021), dampak perubahan iklim bagi kesehatan manusia dapat terjadi secara langsung dan tidak langsung.
Secara langsung dapat dipengaruhi dari perubahan suhu, curah hujan, tinggi permukaan air laut, dan perubahan cuaca. Sementara itu, secara tidak langsung dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan seperti kualitas air, udara, lingkungan, penurunan fungsi ekosistem, penipisan lapisan ozon, dan degradasi lahan.
Perubahan iklim mengakibatkan risiko-risiko kesehatan seperti:
1. Penyakit Tular Vektor (Vector Borne Disease)
Workshop Nasional tentang Perubahan Iklim dan Kesehatan Masyarakat yang diselenggarakan oleh Departemen Kesehatan Bersama WHO Indonesia Country Office pada tahun 2007, mengidentifikasi berbagai dampak perubahan iklim menimbulkan berbagai penyakit yang telah dirasakan di Indonesia.
Kasus penyakit yang muncul terhadap risiko penularan penyakit tular vektor seperti DBD, malaria, chikungunya, leptospirosis, filariasis, dan lain-lain.
Berdasarkan data kejadian DBD di Indonesia, Provinsi Jawa Tengah dan Kota Semarang, tercatat laju DBD di Kota Semarang cenderung mengalami kenaikan dan memiliki angka tertinggi dibanding dari angka nasional dan provinsi Jawa Tengah.
Kelembaban, curah hujan, dan jumlah hari hujan memiliki hubungan yang positif dengan DBD. Semakin tinggi curah hujan dan hari hujan, maka tempat untuk berkembang biak nyamuk semakin meluas.
Rata-rata suhu nyamuk untuk berkembang biak sekitar 12 hari dengan rata-rata suhu berkisar 25-27°C, pada suhu 32-35°C siklus hidup nyamuk aedes menjadi lebih pendek.
2. Penyakit Tular Air (Water Borne Disease)
Dampak perubahan iklim mengakibatkan timbulnya kekeringan yang disebabkan oleh pemanasan global. Bagian kutub, terjadi pencairan es sehingga mempengaruhi kualitas dan kuantitas air bersih. Air merupakan kebutuhan dasar makhluk hidup. Ketidakcukupan air untuk kebutuhan sehari-hari dapat membuka dapat membuka peluang terbawanya penyakit seperti diare.
3. Penyakit Tular Makanan dan Nutrisi (Food Borne Disease and Nutrition)
Gagal panen dan kekeringan mengakibatkan menurunnya ketersediaan pangan untuk masyarakat. Jika kebutuhan pangan sehari-hari tidak tercukupi dari segi arus kualitas, kuantitas, dan aksesibilitas, maka penyakit seperti kekurangan gizi dapat terjadi.
4. Penyakit Tular Udara (Air Borne Disease)
Menurut IPCC (2007) di dalam Kemenkes (2012), dampak dari perubahan iklim menyebabkan masalah pada kualitas udara. Terjadinya gangguan pernapasan dapat diakibatkan oleh peningkatan pada frekuensi smog event dan polusi udara partikulat. Ground level ozon dapat mempengaruhi paru-paru dan bahaya bagi penderita paru kronis dan asma.
Polutan lain berbentuk “partikel”, jika dihirup hingga mencapai bagian paru-paru terdalam menyebabkan penurunan daya pandang atau kabut pada penglihatan.
Meskipun penyakit tidak menular, namun penyakit ini berbahaya bagi kesehatan. Menurunnya kualitas dan meningkatnya polusi di lingkungan menimbulkan berbagai penyakit tidak menular seperti asma, kanker kulit, heat stroke, gangguan imun, dan lain-lain.
6. Gangguan Jiwa
Jika dampak perubahan iklim menimbulkan bencana, masyarakat berpotensi mengalami gangguan jiwa ringan hingga berat. Karena, masyarakat akan mengalami beberapa faktor seperti ancaman kematian, kehilangan, kerusakan tempat tinggal, hilangnya pekerjaan, masalah finansial, dan lainnya.
Menurut Susilawati (2021), gangguan jiwa terbanyak yang dapat ditemukan saat terjadinya bencana adalah depresi, cemas, stres, dan stres pasca trauma.
Terjadi peningkatan prevalensi pada gangguan jiwa ringan-sedang (depresi, cemas ringan-sedang, stres pasca trauma) sebesar 15-20%, sedangkan gangguan jiwa ringan-sedang setelah adanya bencana sekitar 5-10%.
Baca juga: Kasus Perubahan Iklim yang Berdampak Bagi Masyarakat Indonesia
Dampak Perubahan Iklim Sektor Perikanan
Sektor perikanan juga menjadi terkena dampak perubahan iklim. Hal tersebut menimbulkan permasalahan seperti penurunan produktivitas tambak dan kenaikan air laut yang mencapai area tambak.
1. Penurunan Produktivitas Tambak
Produktivitas industri tambak udang menurun akibat perubahan iklim. Penurunan total produksi udang sebesar 25-50% (tambak tradisional 40-50%; tambak semi intensif 30-40% dan tambak intensif 25-30%).
Joesidawati (2016) menyatakan bahwa produksi udang di Kabupaten Tuba mengalami penurunan sebesar 2,42% setiap tahunnya dibandingkan tahun 2000. Terjadi juga penurunan berdasarkan hasil survei Kementerian Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Timur. Dalam produksi udang, 40% terkait dengan perubahan iklim (DKP, 2018).
Perubahan iklim mempengaruhi perubahan cuaca dan dapat membuat udang lebih rentan terhadap penyakit karena ketahanannya yang melemah (Supriyadi dan Erlania, 2013).
Selain itu, perubahan cuaca dan suhu air dapat menyebabkan udang stress. Stres ini menyebabkan penyebaran lebih cepat penyakit udang yang disebabkan oleh virus (seperti virus myo- atau infeksi myonecrosis (IMNV) dan virus sindrom bintik putih (WSSV)).
Berdasarkan wawancara dengan 50 responden, perubahan iklim mengharuskan penyesuaian biaya operasi akan meningkat sebesar 150-200%, menurut responden, rata-rata biaya perubahan iklim ditentukan oleh penyusutan produksi. 10-15% dari biaya operasional peternakan.
Total biaya adaptasi perubahan iklim rata-rata untuk tambak yang dikelola secara tradisional adalah Rp10.359.755,- hingga Rp16.264.815,- (peningkatan 157%), sedangkan untuk tambak semi-intensif dari Rp 18.895.453.- menjadi Rp31.744.361 (peningkatan 168%), dan tambak intensif meningkat dari Rp20.560.650,- menjadi Rp41.121.300,- (peningkatan 200%).
2. Berkurangnya Hasil Tangkapan dan Pendapatan Nelayan
Bulan April-November merupakan musim penangkapan ikan di Indonesia. Kondisi perairan Indonesia cenderung stabil pengaruh dari angin timur yang membawa hawa hangat dan kering, membuat ikan-ikan berdatangan di perairan Indonesia untuk mencari makan.
Adanya dampak pemanasan global perubahan iklim, waktu penangkapan ikan dapat bergeser pada bulan tertentu sehingga mengurangi jumlah tangkapan ikan dan pendapatan bagi nelayan.
Menurut Purnomo et al (2015), peningkatan frekuensi gelombang air laut dapat menjadi tantangan bagi nelayan untuk menjangkau fishing ground.
Baca juga: Anomali Iklim, Penyebab dan Pengaruhnya bagi Kehidupan Kita
Dampak Perubahan Iklim Bagi Ekosistem
Lingkungan sekitar kita juga mengalami dampak perubahan iklim yang dapat kita rasakan bersama. Berikut contohnya:
1. Kenaikan Suhu
Salah satu dampak perubahan iklim di Indonesia terjadi di Kota Semarang. Dari hasil analisis data suhu dan curah hujan pada dua stasiun iklim/meteorologi di Kota Semarang menunjukkan bahwa suhu meningkat dan curah hujan menurun selama periode 1985-2016.
Suhu udara perkotaan Semarang meningkat sebesar 0,0257 °C/tahun lebih cepat dari suhu permukaan rata-rata pedesaan Indonesia sebesar 0,016°C/tahun (Bappenas, 2014).
2. Perubahan Musim dan Curah Hujan
Curah hujan mengalami perubahan yang cukup besar dan tidak normal. Seringkali, musim penghujan yang lebat terjadi pada bulan-bulan yang seharusnya musim kemarau. Sebaliknya, musim penghujan terjadi lebih singkat dibanding dengan musim kemarau.
3. Terjadi Banjir. Kekeringan, dan Badai
Perubahan iklim pada hakikatnya merupakan fenomena alam yang telah berlangsung sejak lama. Namun dalam beberapa tahun terakhir, fenomena ini mendapat perhatian global karena hasil studi IPCC menunjukkan bahwa berbagai aktivitas manusia telah mempengaruhi pemanasan global sejak pertengahan abad ke-20.
Dampak perubahan iklim dapat dilihat dari batas musim hujan dan musim kemarau yang tidak menentu. Suhu udara yang semakin panas, musim kemarau seringkali terjadi sangat panjang. Pada musim penghujan berpotensi adanya banjir dan tanah longsor.
Pohon memiliki peranan penting untuk mengatasi banjir dan tanah longsor. Akar pohon efektif untuk menyerap air dan mencengkeram tanah sehingga tidak larut terbawa air.
Gambar di atas ini menunjukkan indeks ekstrim laju perubahan hari sangat hujan dan jumlah hari hujan. Kedua indeks ekstrim ini dibuat untuk mengetahui keadaan daerah tersebut terkait frekuensi hujan lebat dan hujan berturut-turut meningkat.
Pada gambar tersebut menunjukkan bahwa warna ke arah biru berarti daerah tersebut lebih basah, sedangkan warna ke arah merah berarti daerah tersebut lebih kering. Secara umum, wilayah Indonesia menunjukkan tren yang lebih kering dengan peningkatan curah hujan yang ekstrim.
Baca juga: Carbon Footprint Scopes 1, 2, dan 3, Contoh serta Cara Menghitungnya