Connect with us

Bisnis Lestari

Extended Producer Responsibility (EPR): Pengertian, Tujuan, Dasar Hukum, Manfaat, dan Implementasinya di Indonesia

Published

on

Extended Producer Responsibility

Berdasarkan data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pada tahun 2020 Indonesia merupakan penghasil sampah plastik terbesar kedua di bawah Cina dengan menghasilkan 3,2 juta ton sampah plastik yang tidak terkelola setiap tahunnya.

Adapun sekitar 1,29 juta ton sampah plastik berakhir di perairan laut, dan 10 miliar tersebar di lingkungan lokal setiap tahunnya, berdampak dan mengancam keberlangsungan sungai dan lautan di Indonesia.

Menanggapi ancaman polusi masif yang dibawa oleh sampah plastik tersebut, konsep EPR mulai digencarkan oleh pemerintahan Indonesia. Kepanjangan dari EPR adalah Extended Producer Responsibility, dan termasuk ke dalam komponen 3R (Reduce, Reuse, Recycle) sekaligus bagian penting dari Corporate Social Responsibility (CSR).

Apa yang Dimaksud Dengan Extended Producer Responsibility?

Extended Producer Responsibility adalah kebijakan lingkungan yang mengharuskan produsen bertanggung jawab atas seluruh siklus hidup produk yang mereka distribusikan di pasar (termasuk kemasan yang dipakai), mulai dari tahap desain hingga akhir masa pakainya—termasuk pengumpulan dan daur ulang limbah.

Dalam bahasa Indonesia Extended Producer Responsibility secara harafiah berarti Tanggung Jawab Produsen yang Diperluas, maka dari itu pada dasarnya konsep ini membuat produsen membantu memikul biaya untuk mengumpulkan, memindahkan, mendaur ulang, dan membuang produk di penghujung siklus hidup masa pakainya.

Tujuan utama dari EPR sendiri berbasis pada mekanisme pengambilan kembali, yang mana produsen atau perusahaan untuk memulihkan limbah kemasan plastik mereka.

Baca juga: 5 Brand Pakaian Upayakan Penghijauan Bersama LindungiHutan

Dasar Hukum Extended Producer Responsibility di Indonesia

Mengacu dari OECD (Organization for Economic Co-operation and Development), kebijakan EPR memiliki karakteristik berupa:

  1. Terjadi pergeseran tanggung jawab (secara fisik dan/atau ekonomi; secara penuh atau sebagian) yang menuju ke arah produsen dan menjauh dari pemerintahan kota.
  2. Pemberian insentif kepada produsen untuk mempertimbangkan pertimbangan lingkungan tatkala merancang produk mereka.

Konsep Extended Producer Responsibility (EPR) pertama kali diramu pada pertemuan World Summit Sustainable Development di Johannesburg pada tahun 2002, dirumuskan pada pertemuan negara G-8 di tahun 2003 hingga tahun 2005, dan secara spesifik diperkenalkan dan dibahas secara menyeluruh pada pertemuan 3R di Tokyo pada tahun 2005 sampai tahun 2006.

Indonesia lalu mengadopsi konsep EPR melalui UU No. 18 Pasal 15 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah yang menyatakan bahwa produsen bertanggung jawab atas pembuangan kemasan dan produk yang tidak dapat dikomposkan atau sulit dijadikan kompos.

Selanjutnya diperjelas melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 81 tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga bahwa yang dimaksud sebagai produsen adalah pelaku usaha yang memproduksi barang yang menggunakan kemasan, mendistribusikan barang yang menggunakan kemasan dan berasal dari impor atau menjual barang dengan menggunakan wadah yang tidak dapat atau sulit terurai oleh proses alam.

Paling terbaru adalah penerbitan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 75 tahun 2019 (Permen LHK 75/2019) tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen.

Kebijakan ini adalah bentuk konkrit yang mengatur produsen untuk wajib membatasi timbulan sampah, memanfaatkan kembali sampah, dan mendaur ulang sampah melalui penarikan kembali.

Selain itu, peraturan tersebut mewajibkan produsen di sektor manufaktur pemilik merek, usaha ritel, dan bidang jasa makanan dan minuman untuk menggunakan metode 3R demi mengurangi limbah dari produk dan kemasan produk yang mereka produksi dan jual.

Peta jalan pengurangan sampah oleh produsen ini bertujuan dengan target akhir untuk mengurangi kemasan dan limbah sebesar 30% yang dipasarkan untuk produk dan wadah berbahan plastik, kertas, kaca, dan aluminium dari tahun 2020 hingga 2029.

Manfaat Pelaksanaan Extended Producer Responsibility

Dengan menunaikan skema EPR, manfaat yang bisa diperoleh oleh produsen atau perusahaan adalah dapat meminimalisir dampak lingkungan yang dihasilkan sekaligus menunjukkan komitmen terhadap penjagaan lingkungan hidup yang kuat, berbanding lurus dengan CSR.

Tidak berhenti di situ, pelaksanaan EPR mendorong produsen atau perusahaan untuk menekan biaya yang berhubungan dengan siklus hidup produknya, dari awal hingga akhir masa pakainya.

Manfaat ini dapat diperoleh dengan merancang produk yang lebih tahan lama atau menggunakan alternatif kemasan dengan bahan yang lebih mudah didaur ulang seperti kaleng dan kaca, sehingga produsen atau perusahaan juga memiliki andil yang lebih besar dalam skema daur ulang dari rantai pasokan.produk mereka sendiri.

Sebagaimana tujuan yang terkandung di dalam konsep EPR, tentunya manfaat lainnya adalah dapat mengurangi sampah plastik secara signifikan dan membantu terjaganya keberlangsungan lingkungan hidup. Terlebih EPR juga memiliki manfaat ekonomi berupa pengurangan biaya yang dialirkan oleh pemerintah untuk membersihkan sampah di tempat umum.

Implementasi Extended Producer Responsibility di Indonesia

Merujuk pada Permen LHK 75/2019, secara operasional para produsen diwajibkan melaksanakan praktik ekonomi sirkular dalam kegiatan bisnisnya dengan menjalankan prinsip pembatasan timbulan sampah, pendauran ulang sampah, dan pemanfaatan kembali sampah.

KLHK mendata bahwa EPR baru diterapkan terhadap 15 Badan Usaha dengan berhasil mengurangi jumlah sampah sekitar 1.145,5 ton, dan akan terus berupaya ditingkatkan dengan sosialisasi melalui pendampingan teknis Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen dan telah dilakukan terhadap 353 Badan Usaha pada akhir tahun 2022.

Melansir dari Waste4Change, terdapat 400 skema EPR wajib yang telah beroperasi di berbagai belahan dunia, yang mana di Indonesia terdapat beberapa perusahaan atau brand yang telah menerapkan skema program Extended Producer Responsibility tertentu untuk produk yang mereka jual dan hasilkan, seperti Go-Jek yang mengolah kembali jaket dan helm mitra mereka yang telah tidak terpakai dan The Body Shop melalui program “Bring Back Our Bottle” yang berhasil mengurangi 9 juta sampah plastik.

Baca Juga: Penanaman Pohon Mangrove The Body Shop Indonesia di PIK Jakarta Utara

LindungiHutan Menanam Lebih Dari 800 RIBU Pohon di 50 Lokasi Penanaman Bersama 500+ Brand dan Perusahaan yang Terlibat

Penulis: Prabu Haryo Pamungkas

Rawat Bumi LindungiHutan