Emisi Karbon
Pengertian Nilai Ekonomi Karbon, Peraturan, Manfaat, Mekanisme dan Potensinya


Dalam rangka menekan emisi karbon dan mewujudkan net zero emission, Presiden Joko Widodo mengeluarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca Dalam Pembangunan Nasional.
Selain Perpres tersebut, pemerintah juga mengesahkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 21/2022 tentang tata laksana penerapan Nilai Ekonomi Karbon.
Lantas apa sebetulnya Nilai Ekonomi Karbon Itu? Bagaimana mekanisme pelaksanaanya? Serta, mengapa ia penting? Simak jawabannya dalam ulasan berikut!
Daftar Isi
Apa Itu Nilai Ekonomi Karbon?


Nilai Ekonomi Karbon yang selanjutnya disingkat NEK adalah nilai terhadap setiap unit emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dari kegiatan manusia dan kegiatan ekonomi. Carbon pricing atau juga NEK merupakan bentuk internalisasi biaya dari eksternalitas negatif berupa emisi Gas Rumah Kaca, dan juga merupakan praktik dari “polluters-pay-principle’.
Lebih lanjut, penetapan harga karbon adalah pendekatan yang digunakan untuk mengurangi emisi karbon (Gas Rumah Kaca) yang menggunakan mekanisme pasar untuk membebankan biaya emisi kepada para penghasil emisi.
Tujuan utamanya adalah untuk mencegah penggunaan bahan bakar fosil penghasil karbon dioksida demi melindungi lingkungan, mengatasi penyebab perubahan iklim, dan memenuhi kesepakatan iklim nasional dan internasional.
Sebenarnya, aspek kunci dari Nilai Ekonomi Karbon atau carbon pricing ada pada prinsip polluters-pay-principle. Karena, dengan memberi harga pada karbon, masyarakat dapat meminta pertanggungjawaban emiten atas dampak dari adanya penambahan emisi.
Menurut United Nations Climate Change, penetapan harga karbon didasarkan atas biaya yang ditanggung atau harus dibayar oleh masyarakat akibat dari emisi karbon. Dampak yang dimaksud termasuk harta benda akibat naiknya permukaan air laut, kerusakan tanaman yang disebabkan perubahan pola curah hujan, hingga biaya perawatan kesehatan yang terkait dengan gelombang panas dan kekeringan.
Dengan adanya penetapan harga karbon atau Nilai Ekonomi Karbon lantas mengalihkan tanggung jawab membayar kerusakan akibat perubahan iklim yang tadinya ditanggung masyarakat kepada produsen emisi gas rumah kaca.
Hal ini akan mendorong emiten supaya mengurangi emisi mereka dalam menjalankan praktik bisnisnya. Namun, jika perusahaan tidak melakukannya maka mau tak mau ia harus membayar harga yang tinggi agar bisa mengeluarkan emisi.
Baca juga: Karbon Kredit: Pengertian, Mekanisme, hingga Tips Carbon Offsetting bagi Perusahaan!
Peraturan Nilai Ekonomi Karbon


Mengenai Nilai Ekonomi Karbon, Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Presiden No. 98 tahun 2021 tentang Nilai Ekonomi Karbon yang di dalamnya juga mengatur tentang pasar karbon. Dengan adanya peraturan tersebut harapannya bisa mendukung pencapaian target pengurangan emisi gas rumah kaca seperti yang tercantum dalam dokumen Nationally Determined Contribution atau NDC.
Sementara itu, Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu, menjelaskan bahwa penetapan Peraturan Presiden tentang Nilai Ekonomi Karbon menjadi tonggak penting dalam menetapkan arah kebijakan Indonesia menuju target NDC 2030 dan NZEO 2060 sebagai bagian dari usaha menuju Indonesia Emas tahun 2045.


Hitung Jejak Karbonya, Lakukan Carbon Offsetting Bersama Kami!
Penting bagi perusahaan untuk menghitung emisi karbon yang dihasilkan, karena hal ini dapat membantu memahami dampak aktivitas terhadap lingkungan. Menggunakan kalkulator jejak karbon Imbangi, Anda bisa menghitung besaran jejak karbon yang dihasilkan dan melakukan carbon offsetting bersama kami.
Bagaimana Mekanisme Pelaksanaan Nilai Ekonomi Karbon?


Menurut Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon, dijelaskan bahwa penyelenggaraan NEK dilaksanakan oleh kementerian/lembaga, pemerintah daerah, pelaku usaha, dan masyarakat.
Adapun pelaksanaan penyelenggaraan NEK dilakukan melalui mekanisme:
- Perdagangan karbon,
- Pembayaran berbasis kinerja,
- Pungutan Atas Karbon; dan/atau
- Mekanisme lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang ditetapkan oleh Menteri.
Sementara itu, mengutip dari laman fiskal.kemenkeu.go.id, instrument carbon pricing terdiri dari instrumen perdagangan:
- Perdagangan Izin Emisi, sebuah mekanisme transaksi sertifikat izin emisi antara entitas yang memerlukan tambahan izin emisi dengan entitas lain yang memiliki kelebihan izin emisi. Jenis perdagangan izin emisi ini meliputi cap-and-trade dan baseline-and-credit.
- Offset Emission, sederhanannya kalau perusahaan menghasilkan sekian banyak emisi maka ia perlu mengganti rugi besaran emisi yang dikeluarkan di tempat lain dengan berbagai cara seperti penghijauan, penanaman, hingga reboisasi.
Selain instrument perdagangan, ada juga yang disebut dengan instrumen non-perdagangan:
- Pungutan Atas Karbon didefinisikan sebagai pungutan negara baik di pusat maupun daerah, berdasarkan kandungan karbon dan/atau potensi emisi karbon dan/atau jumlah emisi karbon dan/atau kinerja Aksi Mitigasi.
- Pembayaran Berbasis Hasil (Result Based Payment/RBP), mekanisme pembayaran yang diberikan atas keberhasilan dalam menurunkan emisi GRK melalui aksi mitigasi tertentu yang telah disepakati antara pelaksana program dan penyedia dana, dan diversifikasi oleh Sertifikat UNFCCC maupun tim teknis yang ditunjuk oleh UNFCCC.
Bagaimana Potensi Penyerapan Karbon Oleh Hutan di Indonesia?


Sadarkah kita, bahwa pengelolaan hutan selama ini cenderung menggunakan pendekatan ekonomi yang pragmatis, alih-alih mengutamakan prinsip konservasi. Padahal, keberadaan hutan yang lestari memberikan manfaat jasa lingkungan dengan menyerap dan menyimpan karbon.
Sebagaimana dijelaskan oleh Stone dalam Arfitryana et al (2021), hutan yang memiliki banyak pohon dapat menyimpan karbon dalam jumlah besar.
Nah, salah satu potensi hutan di Indonesia ada pada ekosistem hutan mangrove. Apalagi, fakta bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan membuatnya memiliki garis pantai yang panjang.
Hasil penelitian para ahli menunjukkan bahwa hutan mangrove dapat menyimpan karbon atau dapat berperan sebagai carbon sink.
Sementara itu, luasan hutan mangrove di Indonesia mencapai 22,4% atau sebanding dengan 3,22 juta Ha dari mangrove dunia, dan secara keseluruhan, hutan mangrove Indonesia memiliki potensi penyerapan karbon sebesar 170,18 MtCo2/tahun.
Baca juga: Apa Itu Carbon Offsetting? Berikut Pengertian dan Implementasinya!
Apa Manfaat Nilai Ekonomi Karbon?


Selain menjadi upaya untuk menekan emisi karbon, carbon pricing atau memberikan Nilai Ekonomi Karbon bermanfaat dalam:
- Memacu investasi dan inovasi dalam teknologi bersih dengan meningkatkan biaya relatif penggunaan teknologi intensif karbon,
- Mendorong pencapaian tujuan program SDGs dengan menyalurkan pembiayaan ke proyek pembangunan berkelanjutan,
- Menghasilkan pendapatan yang dapat didaur ulang atau diputar ke dalam ekonomi hijau seperti pengembangan teknologi hijau,
Itulah penjelasan mengenai Nilai Ekonomi Karbon serta bagaimana mekanisme pelaksanaannya. Semoga melalui kebijakan ini pemerintah benar-benar bisa efektif mengurangi emisi karbon yang ada. Demi bumi yang hijau dan lestari!
FAQ
Apa itu nilai ekonomi karbon?
Carbon pricing atau juga NEK merupakan bentuk internalisasi biaya dari eksternalitas negatif berupa emisi Gas Rumah Kaca, dan juga merupakan praktik dari “polluters-pay-principle’.
Bagaimana peraturan nilai ekonomi karbon?
Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Presiden No. 98 tahun 2021 tentang Nilai Ekonomi Karbon yang di dalamnya juga mengatur tentang pasar karbon.
Lakukan Carbon Offsetting Perusahaan Anda Bersama LindungiHutan!
Untuk perusahaan yang ingin berkontribusi dalam upaya mengurangi emisi karbon sekaligus berkontribusi dalam upaya pelestarian hutan di Indonesia. Anda bisa bergabung dengan program penanaman pohon bersama LindungiHutan melalui program Impact CSR.