Connect with us

Lingkungan

Sejarah Konservasi di Indonesia, Metode dan Contoh Kawasan Konservasi

Logo LindungiHutan - Green - Square - 1280 x 1280 pixels - PNG

Published

on

Sejarah konservasi di Indonesia.

Konservasi adalah cara memanfaatkan dan memelihara sumber daya alam dengan bijaksana agar dapat terus dimanfaatkan hingga masa mendatang. Sejarah konservasi di Indonesia telah terdokumentasikan sejak zaman penjajahan Belanda.

Menurut UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, pengertian konservasi sumber daya alam hayati adalah pengelolaan sumber daya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya.

Sejarah Konservasi di Indonesia

Upaya keberadaan kegiatan perlindungan (konservasi) alam di Indonesia sudah dimulai dari abad ke-15 atau zaman kolonialisme Belanda dan berkaitan erat dengan nama Dr. Sijfert Hendrik Koorders (1819-1919). Beliau adalah pendiri dan ketua pertama perkumpulan Perlindungan Alam Hindia Belanda (Nederlandsch Indische Vereeniging tot Natuurbescherming).

Perkumpulan ini biasa disebut sebagai organisasi pecinta alam yang mempelopori serta mengusulkan kawasan-kawasan dan jenis-jenis flora dan fauna tertentu, pembuatan peraturan perundang-undangan berbagai kajian dari hasil penelitian tentang perlindungan alam (jenis satwa dan tumbuhan).

Cita-cita Dr. Sijfert Hendrik Koorders yaitu mewujudkan perkumpulan untuk menggugah pemerintah Hindia-Belanda yang menitikberatkan kegiatan pengelolaan hutan secara eksploitatif sebagai kepentingan ekonomi saja.

Berikut adalah rincian tahapan sejarah konservasi di Indonesia sejak masa pemerintahan Hindia-Belanda sampai tahun 1980-an:

Tahun 1910

Naturalis Belanda menolak secara tegas kebijakan kolonial yang berakibat pada rusaknya ekosistem. Penolakan tersebut menjadi cikal bakal lahirnya Undang-Undang Perlindungan terhadap mamalia liar dan burung liar.

Tahun 1912

Pada tanggal 12 juli 1912, Perkumpulan Perlindungan Alam Hindia Belanda (Netherlandsch Indische Vereeniging tot Natuurbescherming) dibentuk di Bogor, diketuai oleh Dr. SH. Kooders yang merupakan pendirinya.

Perkumpulan tersebut mengajukan berbagai habitat flora dan fauna untuk dilindungi. Akhirnya, terdapat 12 lokasi yang diusulkan untuk menjadi cagar alam yaitu Pulau Krakatau, Laut Pasir Bromo. Pulau Panaitan, Semenanjung Purwo, Pulau Nusa Barung, Kawah Ijen, dan beberapa danau di Banten.

Tahun 1916

Pemerintah menerbitkan kebijakan terkait Monumen Alam dan menetapkan 43 monumen di Indonesia termasuk Taman Nasional Ujung Kulon.

Tahun 1937

Pemerintah Hindia-Belanda mendirikan Natuur Bescherming Afseling Ven’s Lands Flantatuin yang memiliki tujuan melakukan pengawasan cagar alam dan suaka margasatwa sekaligus mengelola anggaran serta pegawainya.

Tahun 1940

Pada tahun ini, diterbitkan peraturan Perburuan Jawa-Madura. Sejak saat itu pengelolaan kawasan Ujung Kulon di bawah kantor besar kehutanan di Bogor, lalu kawasan cagar alam dan suaka margasatwa lainnya diserahkan kepada inspektur kehutanan provinsi yang memiliki tugas pokok dan fungsi melakukan pengawasan cagar alam dan suaka margasatwa dan mengurus pelanggaran perburuan.

Tahun 1947

Pada masa awal kemerdekaan, Bali Barat ditunjuk sebagai kawasan suaka alam.

Tahun 1950

Terbentuk bidang Urusan Perlindungan Alam di Djawatan Kehutanan dengan tugas pokok mengusut perburuan liar badak di Ujung Kulon.

Tahun 1952

Kebun Raya Bogor membentuk lembaga pengawetan alam, bagian dan pusat penyelidikan alam Kebun Raya Bogor.

Tahun 1954

Badan Rehabilitasi Suaka Margasatwa menjalin kerjasama dengan IUCN untuk perlindungan dan pengawetan alam.

Tahun 1956

Sedangkan di Djawatan Kehutanan, bidang Urusan Perlindungan Alam statusnya berubah menjadi Bagian Perlindungan Alam (BPA) melaksanakan tugas organisasi secara vertikal.

Tugas Bagian Perlindungan Alam (BPA) diantaranya yaitu:

  1. Membina, memperbaiki dan mempertinggi produktivitas wilayah-wilayah hutan agar dapat menghasilkan sejumlah margasatwa guna kepentingan masyarakat.
  1. Mengadakan berbagai perbaikan dan cadangan habitat bagi margasatwa yang berwujud daerah-daerah pembinaan margasatwa.
  2. Menyelenggarakan pemangkuan suaka-suaka margasatwa sehingga bermanfaat sebagai obyek rekreasi tanpa mengurangi fungsi pokoknya.
  3. Menjaga keutuhan cagar-cagar alam dan mencadangkan obyek-obyek baru guna kepentingan ilmu pengetahuan, sejarah alam, keindahan alam, rekreasi serta wisata alam, kebudayaan, dan lain-lain.
  4. Mengawasi secara intensif kegiatan perburuan dan melakukan perlindungan binatang-binatang liar yang dilindungi.
  5. Mengadakan riset di cagar-cagar alam dan suaka margasatwa guna pembinaan dan membantu bekerjasama dengan instansi-instansi yang berkepentingan.

Tahun 1950-1959

Rentang waktu 9 tahun tersebut tanah yang dikuasi oleh masyarakat ditertibkan secara represif oleh Djawatan Kehutanan yang bernaung dibawah Kementrian Pertanian dan Agraria dengan bantuan polisi dan tentara. Polisi hutan sudah dibekali senjata api.

Tahun 1960

Pada dekade ini di Bogor, kota pusat penelitian dan perlindungan alam semasa Hindia-Belanda, dibentuk Bagian Pengawetan Alam yang bernaung di bawah Kebun Raya Bogor.

Tahun 1966

Direktorat Jenderal Kehutanan di bawah Departemen Pertanian dibentuk dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Presiden Kabinet Nomor 75/II.Kep/11/1966.

Tahun 1967

Tanggal 9 Maret 1967 Struktur Organisasi Departemen Kehutanan dibentuk melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor Kep./30/11/1966 dan surat Nomor Kep./18/3/1967. Pemerintah membentuk UU Pokok Kehutanan Nomor 5 Tahun 1967 yang disebut UUPK.

Dalam peraturan itu mengatur konservasi dipilah menjadi cagar alam dan suaka margasatwa, bahkan terdapat pendapat tentang adanya taman wisata serta taman buru.

Tahun 1969

Pada tanggal 25 hingga 28 November 1969 Indonesia dengan utusannya Dr. Ir, Rudy C. Tarumingkeng dan Ir. Hasan Basjarudin menghadiri pertemuan yang diadakn oleh IUCN di New Delhi, India.

Tahun 1971

Direktorat Perlindungan dan Pengawetan Alam (Direktorat PPA) dibentuk berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian No.168/Kpts/Org/4/71 tanggal 23 April 1971.

Tahun 1974

Direktorat Perlindungan dan Pengawetan Alam dengan bantuan FAO, UNDP, NGO, dan lainnya mengadakan kegiatan untuk menyusun kawasan konservasi yang ada di Indonesia.

Tahun 1978

Sejumlah 104 satwa di Indonesia dikelompokan ke dalam fauna yang dilindungi.

Tahun 1980

Pada tahun ini Taman Nasional (TN) muncul sebagai salah satu upaya konservasi. Terdapat 5 taman nasional yaitu:

  1. TN Gunung Leuser,
  2. TN Ujung Kulon,
  3. TN Gunung Gede Pangrango,
  4. TN Baluran, dan
  5. TN Komodo.

Tahun 1982

Dilaksanakannya Kongres Taman Nasional Sedunia yang ke-3 di Bali dan menghasilkan Deklarasi Bali.

Tahun 1983

Departemen Kehutanan dibentuk dan turut mengubah status Direktorat Perlindungan Pengawetan Alam sebagai Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam (PHPA)

Tahun 1985

Sebanyak 371 spesies burung atau aves, 95 spesies mamalia, 28 spesies reptil, spesies ikan, dan 20 spesies serangga ditetapkan sebagai satwa yang dilindungi negara.

Metode Konservasi di Indonesia

Metode konservasi di Indonesia secara umum dapat dibagi menjadi 2 bentuk yaitu:

1. Konservasi In-Situ

Metode in-situ adalah upaya pelestarian keanekaragaman hayati berupa flora dan fauna yang dilakukan di habitat asli spesies. Kondisi lingkungan yang digunakan sebagai tempat konservasi harus dalam kondisi layak dan terjaga.

2. Konservasi Ex-Situ

Metode konservasi ex-situ adalah upaya pelestarian keanekaragaman hayati dilakukan tidak pada habitat aslinya, namun habitat buatan. Metode ini menjadi alternatif bila habitat asli spesies itu sudah rusak, sehingga tidak layak untuk digunakan. Jika ingin mengembalikan fungsi habitat aslinya membutuhkan waktu yang lama.

Baca juga: Perbedaan Konservasi In Situ dan Ex Situ Lengkap + Contoh (Update 2022)

Contoh Kawasan Konservasi di Indonesia

1. Cagar Alam

Cagar alam merupakan bagian dari suaka alam termasuk di dalamnya suaka margasatwa. Kawasan cagar alam adalah bagian dari konservasi yang dilakukan pada habitat asli flora maupun fauna atau jenis konservasi in-situ.

Jenis flora dan fauna yang dikonservasi memiliki karakteristik yang sesuai dengan lingkungannya atau memiliki keunikan yang khas. Kondisi lingkungan cagar alam harus dalam kualifikasi baik dan terjaga, diharapkan resiko terjadinya kerusakan ekosistem akan sangat rendah dan kawasan masih luas.

Beberapa contoh cagar alam adalah, TN Tanjung Puting, Kalimantan Tengah, Cagar Alam Maninjaau-Agam, Sumatera Barat, Cagar Alam Kawah Ijen-Banyuwangi Jawa Timur, Cagar Alam Waigeo Barat-Raja Ampat, Papua Barat, Cagar Alam Karang Bolong-Nusakambangan, Jawa Tengah, Cagar Alam Anak Krakatau-Lampung, dan lain sebagainya.

2. Suaka Margasatwa

Fungsi auaka margasatwa sama halnya dengan fungsi cagar alam. Penetapan status sebagai suaka margasatwa juga didasari bila suatu kawasan memiliki keunikan yang khas. Sebagai contoh, terdapat satwa liar atau spesies yang dilindungi di kawasan tersebut berarti fungsinya fokus pada pelestarian satwa.

Terlebih lagi, suaka margasatwa berperan sebagai lokasi perlindungan dan upaya pelestarian satwa guna mencegah kepunahan. Selain mencegah kepunahan, di dalamnya juga dimanfaatkan sebagai kegiatan penelitian, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan wisata terbatas.

Contoh kawasan suaka margasatwa di Indonesia antara lain, yaitu:

  1. Suaka Margasatwa Gunung Leuser. Melindungi kera, badak sumatera, dan gajah.
  2. Suaka Margasatwa Ujung Kulon. Melindungi badak jawa dan rusa.
  3. Suaka Margasatwa Pulau Komodo, Pulau Padar, Pulau Rinca, dan Pulau Wae Wuul. Melindungi komodo.
  4. Suaka Margasatwa Pulau Baun. Melindungi burung cendrawasih.
  5. Suaka Margasatwa Lore Lindu. Melindungi Anoa, Rusa, dan Babi Rusa.

3. Taman Nasional

Menurut Permen LHK RI Nomor 46 Tahun 2016 Pemanfaatan Jasa Lingkungan Panas Bumi pada Kawasan Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam,

Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi.

Kawasan konservasi berupa taman nasional di Indonesia memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

  1. Terdapat flora dan fauna yang khas dan unik,
  2. Ekosistem masih asli dan terjaga,
  3. Memiliki luasan yang cukup untuk menampung populasi dan menunjang proses ekologi,
  4. Dikelola berdasarkan sistem zonasi kawasan sesuai dengan fungsinya.

Beberapa contoh taman nasional populer dan terkenal di Indonesia diantaranya yaitu:

  • Taman Nasional Ujung Kulon,
  • Taman Nasional Komodo,
  • Taman Nasional Bunaken,
  • Taman Nasional Way Kambas,
  • Taman Nasional Tanjung Puting,
  • Taman Nasional Gunung Leuser,
  • Taman Nasional Alas Purwo,
  • Taman Nasional Baluran,
  • Taman Nasional Gunung Merbabu.

4. Taman Laut

Taman nasional laut atau taman laut secara singkat adalah tempat perlindungan kawasan atau ekosistem bawah laut yang ditetapkan pemerintah, atau kawasan pelestarian ekosistem laut dengan ekosistem asli.

Pengelolaannya berdasarkan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi.

Taman laut Indonesia dianugerahi pemandangan yang sangat indah. Selain indah, laut Indonesia juga dinobatkan sebagai marine-mega biodiversity karena keanekaragaman hayati yang sangat kaya. Terdapat sekitar 14% luas terumbu karang di dunia, lebih dari 1.400 jenis Echinodermata, 700 jenis rumput laut, lebih dari 2.500 jenis mollusca, 450 lebih jenis karang batu.

Beberapa contoh taman laut terkenal di Indonesia yaitu:

  1. Pulau Tulamben, Bali.
  2. Pulau Komodo, NTT.
  3. Wakatobi, Sulawesi Tenggara.
  4. Kepulauan Derawan, Kalimantan Timur.
  5. Taman Laut Bunaken, Sulawesi Utara.
  6. Raja Ampat, Papua.

5. Kebun Raya

Kebun raya adalah salah satu upaya konservasi yang dikelola dengan menerapkan metode ex-situ. Kawasan kebun raya digunakan untuk melindungi dan melestarikan keanekaragaman alam, dapat pula digunakan sebagai tempat pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan, dan wisata.

Seluruh flora dan fauna di dalam kebun raya dapat menjadi bahan riset dan sumber plasma nutfah untuk mencegah risiko kepunahan.

Contoh kebun raya di Indonesia yaitu Kebun Raya Bogor dengan berbagai koleksi eksotik dan endemik dan satwa yang dikonservasi yaitu rusa.

6. Taman Hutan Raya (Tahura)

Taman Hutan Raya (Tahura) adalah kawasan pelestarian alam dengan tujuan mengoleksi tumbuhan atau satwa, baik satwa asli Indonesia atau bukan asli Indonesia.

Letak Tahura tidak terlalu jauh dari perkotaan, atau dengan kawasan yang mudah diakses. Ekosistem di dalam Tahura alami, ada pula yang buatan. Tahura dapat dimanfaatkan sebagai tempat rekreasi atau pariwisata komersial, namun pengelolaannya tetap dibatasi oleh peraturan secara ketat untuk mejaga kelestariannya.

Contoh Tahura di Indonesia adalah Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda, Bandung, Jawa Barat, yang menampung 2.500 spesies flora dari Benua Asia, Australia, Afrika, dan Amerika.

7. Hutan Bakau

Hutan bakau dan hutan mangrove merupakan upaya preventif yang terletak di atas kawasan air payau maupun air tawar. Tumbuhan yang biasa ditemukan di hutan bakau, yaitu pohon bakau, api-api, dan jeruju.

Fungsi hutan bakau sangat krusial yaitu mencegah intrusi air laut yang mengakibatkan rasa air tanah berubah menjadi payau, sehingga tidak layak dikonsumsi. Kawasan ini juga berfungsi mencegah proses abrasi.

Contoh hutan bakau di Indonesia yaitu:

Penulis: Rifdah Qotrunnada

Editor: M. Nana Siktiyana

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Rawat Bumi LindungiHutan